Rabu, 27 April 2016

Ahok



Ahok
Ahmad Sahide
            Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau yang dikenal luas dengan sebutan Ahok, menjadi salah satu figur yang banyak disorot oleh pemberitaan media. Seolah pemberitaan media tidak lengkap tanpa ada berita terkait Ahok. Terutama pada tahun 2016 ini, satu tahun menjelang pemilihan gubernur ibu kota. Ahok selalu menjadi incaran media, baik itu terkait dengan kebijakannya maupun segala kontroversi yang menjadi bagian menarik dari sosoknya. Sosok Ahok hanya kalah menarik dan populer dari Presiden Joko Widodo, orang nomor satu di republik ini.
            Oleh karena itu, popularitas Ahok menjelang pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 membuat para kandidat yang berniat menantangnya bermanuver dengan berbagai macam cara dengan harapan dapat merusak citra dan popularitas gubernur kontroversial tersebut. Bahkan para kandidat, termasuk Yuzril Ihza Mahendra, beramai-ramai menyudutkan Ahok untuk menjegal langkahnya memimpin Jakarta periode 2017-2022. Hal itu karena para pengamat dan awak media memprediksi bahwa Ahok tidak mendapatkan banyak kesulitan untuk memertahankan posisinya, jika melihat tingkat elektabilitasnya saat ini yang mendekati 50 persen (Republika.co.id, 12 Maret 2016). 

Daya Tarik Ahok
Munculnya Ahok sebagai figur yang sangat populer dan menjadi incaran media karena beberapa hal yang cukup menarik dari sosoknya. Pertama, Ahok sejak awal kemunculannya dalam kancah politik ibu kota telah banyak disorot karena latar belakangnya yang berbeda dari latar belakang masyarakat ibu kota pada umumnya. Ahok adalah figur dari etnis Tionghoa yang agamanya berbeda dari agama mayoritas (Islam). Maka dari itu, dalam masa kampanye untuk pemilihan gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012, banyak figur dan kelompok masyarakat yang menyerang dari sisi keyakinannya. Salah satu figur yang sempat menyerangnya dan diproses secara hukum adalah penyanyi dangdut Rhoma Irama.
Pada saat itu Ahok maju sebagai calon wakil gubernur mendampingi Jokowi. Duet harmonis ini hanya berlangsung sampai akhir tahun 2014, pasalnya Jokowi maju sebagai calon presiden pada tahun 2014 dan berhasil memenangi kontestasi politik tersebut. Jokowi pun mundur sebagai gubernur DKI Jakarta dan melantik mantan wakilnya itu sebagai Gubernur ibu kota, menggantikan dirinya. Setelah dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, Ahok mendapatkan panggung politik yang semakin luas dan besar. Sosoknya pun semakin menarik awak media. Penolakan dari kelompok tertentu pun semakin keras, seperti Front Pembela Islam (FPI) yang sempat mendeklarasikan Gubernur DKI Tandingan. Tapi sosok Ahok malah semakin populer dari Sabang sampai Merauke.
Kedua, Ahok muncul sebagai sosok pemimpin dengan gaya bahasa yang berbeda. Ahok bukanlah pemimpin yang menjaga citra dengan bahasa yang normatif sebagaimana pemimpin pada umumnya. Sebaliknya, dari Ahok kita sering kali mendengar kata-kata seperti (maaf) ‘bajingan, bangsat, kurang ajar’ dan lain sebagainya yang menjadi konsumsi pemberitaan. Bahasa yang tidak terjaga itulah yang biasanya dijadikan celah oleh lawan-lawan politiknya bahwa Ahok tidak pantas menjadi seorang pemimpin karena tidak mampu menjaga lisannya. Bahasa Ahok banyak kita dengar dari anak-anak jalanan pada umumnya.
Kedua faktor ini yang membuat Ahok menjadi sosok yang menarik dan selalu ditunggu oleh awak media. Ia seperti Jusuf Kalla ketika mendampingi Susilo Bambang Yudoyono (SBY) pada periode 2004-2009. Jusuf Kalla pada saat itu adalah tokoh yang selalu dinanti karena sering kali memberikan pernyataan politik yang tidak disangka-sangka. Namun kini, ada sosok yang lebih ‘nyentrik’ dari Jusuf Kalla, yaitu Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Di samping itu, Jusuf Kalla yang kini kembali menjadi wakil presiden mendampingi Jokowi sudah cukup tua sehingga ia muncul sebagai sosok yang lebih ‘calm’. Maka munculllah Ahok sebagai sosok yang menarik dari media, bukan lagi Jusuf Kalla.

Kedewasaan masyarakat
            Tingginya popularitas Ahok meskipun ia selalu diserang karena latar belakang keyakinan dan bahasa politiknya menjadi catatan tersendiri bagi kita semua bahwa masyarakat pada umumnya, terutama di ibu kota, sudah mulai dewasa. Kedewasaan masyarakat karena kemampuannya melihat bahwa banyak pemimpin hari ini yang menjadikan agama sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan, bukan sebagai pandangan hidup dan sumber nilai-nilai dalam menjalankan roda kekuasaan.
            Hal itu terlihat bahwa banyak pemimpin-pemimpin partai politik berlabelkan Islam justru terjerat kasus koruspsi dan bahkan beberapa terbukti ‘bermain’ perempuan. Perilaku yang jauh menyimpang dari nilai-nilai agama itu sendiri. Kini masyarakat ibu kota sadar bahwa agama Ahok memang bukan Islam (yang mayoritas) tetapi kepemimpinan Ahok ‘lebih islami’ dibanding pemimpin yang berlatar belakang Islam. Bahasa Ahok memang bahasa anak jalanan tetapi kinerjanya selama memimpin ibu kota dapat dirasakan langsung oleh masyarakat pada umumnya, terutama dalam mengurangi banjir dan tingkat kemacetan. Masyarakat merasakan keberpihakan Ahok kepada masyarakat kecil pada umumnya.
            Itulah sosok Ahok yang setiap hari menjadi pemberitaan media, baik lokal maupun nasional. Kehadirannya memberikan banyak pelajaran penting dan kedewasaan dalam dinamika politik Indonesia. Presiden Republik Indonesia keempat, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), punya pernyataan yang sering dikutip, yaitu “Tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah Tanya apa agamamu.”
Dalam konteks politik ibu kota, sepertinya rakyat sedang menyampaikan pesan kepada para pemimpin bahwa tidak penting memandang status primordialmu, kalau kamu (pemimpin) bisa membawa perubahan dan perbaikan dalam kehidupan kami, kami akan memilihmu tanpa melihat agama atau suku selagi pilihan itu tidak menghalangi rakyat melaksanakan ritual sesuai dengan agamanya masing-masing. Barangkali itulah pesan kuat yang dikirimkan oleh rakyat ibu kota dengan tingginya tingkat popularitas Ahok menjelang pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 nanti. 
Yogyakarta, 24 April 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar