Mengikat Ilmu Dengan
Tulisan
Ahmad Sahide
Saya mulai tulisan ini dengan
mengutip kalimat sakti dari Pramoedya Ananta Toer, penulis dan novelis besar
yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Saya mengatakan dia penulis dan novelis
besar karena karya-karyanya telah diterbitkan lebih dari empat puluh bahasa di
dunia. Ia juga pernah dinobatkan sebagai kandidat peraih nobel sastra dunia,
walaupun pada akhirnya menjadi runner-up.
Pram, demikian orang-orang sering menyebutnya, pernah mengatakan begini, “Orang
boleh pandai setinggi langit, tapi
selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Itulah arti pentingnya tulisan bagi
Pramoedya Ananta Toer. Dan saya kira hal itu diamini oleh kebanyakan orang.
Peradaban suatu bangsa lahir karena tulisan-tulisan yang dijaga dengan kuat.
Anda tahu proses awal kehancuran peradaban dunia Islam? Semua dimulai ketika
buku-buku dan perpustakaan di Baghdad (Irak) dihancurkan oleh Eropa (Barat)
pada abad ke-13 Masehi. Maka, maju mundurnya suatu peradaban karena tulisan.
Maka dari itu menulislah!
Jika Anda melihat hal di atas
terlalu tinggi sebagai alasan untuk menulis, baiklah saya akan turunkan sedikit
dan lebih personal. James P. Panebakker (2002) mengatakan bahwa menulis adalah
salah satu obat menurunkan tensi ketegangan itu. Dalam penelitiannya Panebakker
mengungkap bahwa 80 persen subjek yang diteliti menyatakan positif atas terapi
mental dengan menulis. Terkait dengan ini, kita punya contoh konkret. Ketika
mantan Presiden BJ. Habibie ditinggal pergi oleh istrinya, Ainun Habibie, ia
tiba-tiba menjadi pribadi yang jauh di luar dugaan banyak orang. Ia sangat
kehilangan dan terpuruk ditinggal pergi oleh sang istri. Dan Habibie, orang
cerdas yang diakui dunia, pun hampir jatuh dan stress. Psikolog yang menangani
dia hanya mempunyai dua pilihan, mantan presiden kita itu stress atau dia
sembuh tetapi dengan syarat menuliskan kisah perjalanannya dengan Ainun dalam
bentuk buku. Alhasil, buku itu terbit dan menjadi salah satu buku best-seller. Habibie juga bisa kembali
‘menjadi’ professor kebanggaan kita. Meneruskan bakti dan karya nyatanya untuk
bangsa dan negara Indonesia. Sekali lagi karena tulisan.
Freedom
Writers
Jika Anda suka nonoton film,
saya menyarankan untuk menonton film dengan judul “Freedom Writers”. Film ini diangkat dari kisah nyata pada tahun
1980-an, di salah satu sekolah di Amerika. Dalam film itu diceritakan kehidupan
siswa pada ‘kelas buangan’ yang sukanya tawuran ketika keluar dari kelas.
Bahkan di dalam kelas pun para siswa suka mengerjain guru-gurunya. Ini kelas
yang tidak mampu ditangani oleh guru dan sekolah. Akhirnya datanglah guru muda
yang cantik, namanya Mrs. Gruwell. Pertama kali masuk kelas, guru muda dan
cantik ini tidak mendapatkan sambutan yang hangat dari para siswa. Maklum, dia
diberi tugas mengajar siswa yang nakal dan suka tawuran. Siswa yang tidak punya
mimpi dan harapan hidup. Jika hari ini masih sempat melihat matahari terbit
dari timur, mereka tidak tahu apakah dapat melihatnya lagi pada keesokan
harinya.
Sambutan yang kurang hangat,
bahkan kadang-kadang menyakitkan bagi seorang guru, tidak membuat Mrs. Gruwell
menyerah. Ia terus berupaya mendekati dan mengambil hati para siswanya. Mulai
dari game yang dia mainkan,
mendengarkan curahan hati para siswa, memintanya membaca, bahkan dengan
membelikan buku-buku dengan uang sendiri, sampai pada akhirnya meminta semua
siswa menuliskan masalah yang dihadapinya dalam buku tulis yang dibagikan
kepada siswa satu persatu. Semua siswa pun menulis dan meminta tulisannya
dibagikan. Mrs. Gruwell pun kadang menghabiskan waktunya di sekolah sampai
larut malam hanya karena membaca tulisan para siswanya yang semua punya
masalah, baik dalam keluarga, lingkungan, dan lain-lain.
Hasil dari kreativitasnya
meminta membaca dan menulis adalah semua siswanya berubah seratus delapan puluh
derajat. Mereka sudah mulai sadar bahwa apa yang mereka lakukan selama ini
salah. Tidak lagi tawuran kalau keluar dari ruangan, mulai menghormati guru,
dan yang tidak pernah kembali ke rumah mulai datang pada kedua orangtuanya
untuk meminta maaf dan bersumpah untuk berubah. Upaya kreatif untuk mendorong
membaca dan menulis mampu merubah seluruh siswa dalam kelas yang pada awalnya
dihuni oleh siswa-siswa yang nakal dan suka tawuran menjadi siswa yang baik,
ramah. Mrs. Gruwell mampu menyulap kelas neraka itu menjadi surga bagi para
siswanya, dan juga untuknya. Karena membaca dan menulis, kesadaran siswa
terbangun, mereka kembali punya harapan hidup, dan mereka juga sudah bisa bermimpi.
Tulisanlah yang menghidupkan
kembali BJ. Habibie dan tulisan pula yang menghidupkan kesadaran siswa yang
diajar Mrs. Gruwell. Itulah arti pentingnya menulis. Dan sepuluh abad lebih
yang lalu, Imam Ali berkata “Ikatlah ilmumu dengan tulisan!”
Ahmad
Sahide
Pegiat
Komunitas Belajar Menulis (KBM) Yogyakarta
Yogyakarta,
7 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar