Rabu, 22 Januari 2014

Mengikat Ilmu Dengan Tulisan



Mengikat Ilmu Dengan Tulisan
Ahmad Sahide
                Saya mulai tulisan ini dengan mengutip kalimat sakti dari Pramoedya Ananta Toer, penulis dan novelis besar yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Saya mengatakan dia penulis dan novelis besar karena karya-karyanya telah diterbitkan lebih dari empat puluh bahasa di dunia. Ia juga pernah dinobatkan sebagai kandidat peraih nobel sastra dunia, walaupun pada akhirnya menjadi runner-up. Pram, demikian orang-orang sering menyebutnya, pernah mengatakan begini, “Orang boleh pandai setinggi langit,  tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Itulah arti pentingnya tulisan bagi Pramoedya Ananta Toer. Dan saya kira hal itu diamini oleh kebanyakan orang. Peradaban suatu bangsa lahir karena tulisan-tulisan yang dijaga dengan kuat. Anda tahu proses awal kehancuran peradaban dunia Islam? Semua dimulai ketika buku-buku dan perpustakaan di Baghdad (Irak) dihancurkan oleh Eropa (Barat) pada abad ke-13 Masehi. Maka, maju mundurnya suatu peradaban karena tulisan. Maka dari itu menulislah!
                Jika Anda melihat hal di atas terlalu tinggi sebagai alasan untuk menulis, baiklah saya akan turunkan sedikit dan lebih personal. James P. Panebakker (2002) mengatakan bahwa menulis adalah salah satu obat menurunkan tensi ketegangan itu. Dalam penelitiannya Panebakker mengungkap bahwa 80 persen subjek yang diteliti menyatakan positif atas terapi mental dengan menulis. Terkait dengan ini, kita punya contoh konkret. Ketika mantan Presiden BJ. Habibie ditinggal pergi oleh istrinya, Ainun Habibie, ia tiba-tiba menjadi pribadi yang jauh di luar dugaan banyak orang. Ia sangat kehilangan dan terpuruk ditinggal pergi oleh sang istri. Dan Habibie, orang cerdas yang diakui dunia, pun hampir jatuh dan stress. Psikolog yang menangani dia hanya mempunyai dua pilihan, mantan presiden kita itu stress atau dia sembuh tetapi dengan syarat menuliskan kisah perjalanannya dengan Ainun dalam bentuk buku. Alhasil, buku itu terbit dan menjadi salah satu buku best-seller. Habibie juga bisa kembali ‘menjadi’ professor kebanggaan kita. Meneruskan bakti dan karya nyatanya untuk bangsa dan negara Indonesia. Sekali lagi karena tulisan.

Freedom Writers
                Jika Anda suka nonoton film, saya menyarankan untuk menonton film dengan judul “Freedom Writers”. Film ini diangkat dari kisah nyata pada tahun 1980-an, di salah satu sekolah di Amerika. Dalam film itu diceritakan kehidupan siswa pada ‘kelas buangan’ yang sukanya tawuran ketika keluar dari kelas. Bahkan di dalam kelas pun para siswa suka mengerjain guru-gurunya. Ini kelas yang tidak mampu ditangani oleh guru dan sekolah. Akhirnya datanglah guru muda yang cantik, namanya Mrs. Gruwell. Pertama kali masuk kelas, guru muda dan cantik ini tidak mendapatkan sambutan yang hangat dari para siswa. Maklum, dia diberi tugas mengajar siswa yang nakal dan suka tawuran. Siswa yang tidak punya mimpi dan harapan hidup. Jika hari ini masih sempat melihat matahari terbit dari timur, mereka tidak tahu apakah dapat melihatnya lagi pada keesokan harinya.
                Sambutan yang kurang hangat, bahkan kadang-kadang menyakitkan bagi seorang guru, tidak membuat Mrs. Gruwell menyerah. Ia terus berupaya mendekati dan mengambil hati para siswanya. Mulai dari game yang dia mainkan, mendengarkan curahan hati para siswa, memintanya membaca, bahkan dengan membelikan buku-buku dengan uang sendiri, sampai pada akhirnya meminta semua siswa menuliskan masalah yang dihadapinya dalam buku tulis yang dibagikan kepada siswa satu persatu. Semua siswa pun menulis dan meminta tulisannya dibagikan. Mrs. Gruwell pun kadang menghabiskan waktunya di sekolah sampai larut malam hanya karena membaca tulisan para siswanya yang semua punya masalah, baik dalam keluarga, lingkungan, dan lain-lain.
                Hasil dari kreativitasnya meminta membaca dan menulis adalah semua siswanya berubah seratus delapan puluh derajat. Mereka sudah mulai sadar bahwa apa yang mereka lakukan selama ini salah. Tidak lagi tawuran kalau keluar dari ruangan, mulai menghormati guru, dan yang tidak pernah kembali ke rumah mulai datang pada kedua orangtuanya untuk meminta maaf dan bersumpah untuk berubah. Upaya kreatif untuk mendorong membaca dan menulis mampu merubah seluruh siswa dalam kelas yang pada awalnya dihuni oleh siswa-siswa yang nakal dan suka tawuran menjadi siswa yang baik, ramah. Mrs. Gruwell mampu menyulap kelas neraka itu menjadi surga bagi para siswanya, dan juga untuknya. Karena membaca dan menulis, kesadaran siswa terbangun, mereka kembali punya harapan hidup, dan mereka juga sudah bisa bermimpi.
                Tulisanlah yang menghidupkan kembali BJ. Habibie dan tulisan pula yang menghidupkan kesadaran siswa yang diajar Mrs. Gruwell. Itulah arti pentingnya menulis. Dan sepuluh abad lebih yang lalu, Imam Ali berkata “Ikatlah ilmumu dengan tulisan!”
Ahmad Sahide
Pegiat Komunitas Belajar Menulis (KBM) Yogyakarta
Yogyakarta, 7 Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar