CINTA BERTASBIH
DI HARI RAYA
Nurwahidah
Malam
yang dingin. Rembulan tampak bagaikan sebuah
bola perak yang bercahaya, beberapa
planet di luar angkasa membentuk sebuah formasi. Bintang-bintang berkelap-kelip bagaikan
sebuah emas yang berkilauan telah jahitkan
di atas jubah lembayung langit. Kupu-kupu serentak berkeliran. Angin malam menyentuh
kulit membuat merinding. Tumbuh-tumbuhan ikut bertasbih, kunang-kunang bertebarang di serambi rumah. Terbesik, bernyanyi di sela-sela kuping. Gema Takbir
mulai berkumandang.
Malam ini: Malam hari Raya!
Kesenanagan
melingkupi desa Balibo. Puluhan motor berlalu
lalang di jalan raya. Dihiasi gema takbir. Anak-anak
saling bertautang membunyikan petasan, ibu rumah tangga sibuk memasak ketupat, burasa[1]
dan kaloli.[2] Dalam irama
rupa-rupa. Sedikit kesedihan. Menyerupai
orkses. Dangdut. Sedikit nge-rock.
Bukankah tidak ada standar baku dalam
urusan Takbir?. Takbir pun di lafalkan
berdasarkan versi masing-masing. Kalau
ingin mendengar aksen bugis dengarlah di
mesjid sana. Aksen
kental konjo dengarlah di mesjid
sini.
Malam
kemenangan. Semua berlomba-lomba
menggemakan nama besar sang Kholik.
Wajah mengepresikan kebahagian. Gadis-gadis sibuk menata ruang tamu, menghiasi
bunga, membersihkan celah-celah jendela dan menyusun kue di atas meja.
Seorang
janda tua yang berumur empat puluh lima tahun
yang sibuk membuat ketupat,
sambil meniup dapo.[3] Irma
sibuk mengiris bawang merah,
bawang putih, kemiri dan sebagainya untuk bahan masakan daging sapi besok. Sedangkan
kedua adiknya Idha dan Nadia
sibuk menata ruang tamu.
Jam Lima lewat dua menit, Irma terbangun
dengan suara Gema takbir”Allahu
akbar allhu akbar,, lailahaa illahllahu huwalluhu akbar, Alluakbar walillah
ilham”. Segera ia menbangunkan sang
ibu dan adik-adiknya untuk bersiap-siap menuju lapangan melakukan salat Idul
adha, secara berjamaah.
Mata yang sayu ia memasuki kamar sang ibu yang tepat di pojok dekat meja
makan. Tiba- tiba kaki kirinya tersangkut di paku. Adik-adiknya pun terbangun mendengar jeritan Irma meminta tolong”.
“Aduh sakit
sakit,,,duh,, Ma’. Dimanaki”?[4]
“Eeehhh kenapako.[5] Nak?” jawab Irma sambil duduk bersila memegan kaki.
“ ini,, kaki tersangkut di paku “
“ iya berdarah, tunggu dulu Nak. Ambilka[6] obat”.
Sang ibu
mengambil obat yang berada dalam lemari. Sementara Idha dan Nadia menuju kamar mandi dan bersiap-siap mamakai
baju baru, mukenah baru di hari raya.
@@@
Mukenah
baru yang terpasang di kepala Irma, berwarna pink dihiasi
motif yang menyatuh. Wajah yang
bundar, bibir yang merah merekah, alis yang hitam tebal berbentuk Vertikal membuat
orang yang memandangnya akan terbuai olehnya. Irma dan keluarganya beranjak turun ke tangga tak lupa mereka membawa gulungan
tikar dan uang untuk sedekah. Orang-orang
berjalan di jalan raya berbondong-bondong
menuju ke lapangan dihiasi pekaian bercorak palangi yang menempel di sekujur badan mereka.
Tiba di lapangan yang berhadapan dengan mesjid Pabbaeng-baeng puluhan jama’ah yang rapi berjejer bagaikan botol dan mukenah putih menjadikan suasana menjadi semakin indah dipandang mata. “Allahu
akbar allhu akbar, lailaha illahuwallhu akbar”.
Hendra
Salah satu pemuda yang tinggal dekat lapangan
itu, memakai baju kemeja merah yang
terpasang membentuk postur tubuh, sepatu
kets, celana botol, dan peci hitam yang
menjadi mahkota di kepala membuat
penampilannya semakin keren, tampil
berbeda dengan teman-temannya.
Kebiasaan orang Desa jika melihat cewek yang cantik
bibir mereka tidak akan pernah berhenti bertasbih dengan sautang yang
berbeda, berbagai macam cara ada yang
berdehem”ehheeeem,, eheeem”, ada yang menyapa“ cewek balik donk, minta No-hp”, dan ada yang sok kenal“ Hy cantik”, dihiasi dengan
menaikkan satu alis kiri, mengigit bibir bawah, sok ganteng.
Meskipun diantara teman-teman Hendra yang hanya memilki wajah pas-pasan mereka tidak pernah ketinggalan dalam pergaulan.
Cewek
cantik dengan aroma parfum dari surga lewat di depan mata
mereka, canda gurau teman-teman Hendra
menjadi suasana jalan raya semakin ramai. Hendra pun
hanya mengelengkan kepala dan tersenyum.
Ada Irham, Ippan, Acokz, Uddin,
Mansur dan masih banyak lagi. Hendphone yang berada di tangan mereka masing-masing dan bereneka gaya
yang ditampilkan di pinggir jalan. Ippan yang
berdiri tegak dengan sebatang rokok di
telinga, gaya jablai menghirup rokok. Acokz yang
duduk di atas motor Ninja RR warna merah
sambil mengunyah permen karet. Uddin yang duduk bersila dengan Hp-BB
warna putih yang sok sibuk menekan tombol. Sedangkan Mansur dan Hendra berdiri menghadap masuk ke lapangan memandang
setiap cewek yang lewat depan mata.
Mansur yang menjadi teman sekaligus teman curhat
Hendra, memakai baju kokoh, sarung bercorak
coklat dan memakai sandal jepit warna
orenge maklum warna yang tidak menyatuh tidak menjadi kendala baginya yang
penting kelihatan keren. Memukul bahu
Hendra.
“ Brow, kok’ hari ini
absen memanggil cewek, lihat banyak cantik- cantik lho yang lewat
depan mata kita, kapan lagi cewek akan
berkumpul? Dan kapan lagi kita bisa melihat kecantikan dan harum parfum mereka?”.
Senyuman Hendra yang
hanya tiga detik kepada Mansur, membuat Mansur menggerut betis ia pura-pura
gatal. Hendra menoleh ke kanan
ia melihat cewek yang memakai mukenah pink berjalan tersimpuh malu
dengan sang ibu. Mulut Hendra mengangak terbuka, matanya melotot tak berkedip, tarikan napasnya berhenti beberapa detik, bulu mulai berdiri, jantung mulai berdebar kencang seakan-akan separuh
jiwanya ada pada cewek itu. Kecantikan Irma tidak ada yang melebihi
kecantikan dari cewek manapun di desa Balibo.
Irma
bagaikan sang Rembulan yang terbit dalam kegelapan malam dengan
keindahan dan kemilau yang tiada banding. Tidak
hanya Hendra yang tertarik. Namun,
laki-laki yang lainpun ikut
terpesona oleh kecantikannya yang menyilaukan mata. Saat
Irma menuju ke pintu masuk mendakati kotak amal, teman-teman Hendra ikut mengangah.
Segara
Hendra
berlari menuju pintu masuk yang berseblahan dengan pintu masuk Irma, sebagai pembatasnya bambu. Hendra berharap saat Irma memasukkan uang di kotak itu, ia bisa melihat senyuman dan tatapan mata Irma meskipun hanya beberapa detik, ia mengelurkan uang yang barada di dompet ungu. Tanpa ia hiraukan jumlah
uang yang dikeluarkan lumayan basar, mengambil
uang berwarna merah. Ya. Warna merah
uang seratus ribu rupiah.
Hendra
sangat beruntung di hari raya bisa bertemu cewek yang lebih cantik
dibandingkan dengan cewek
yang ia pernah
temui sebelumnya.
Irma yang dari tadi tunduk tiba-tiba mengangkat
kepalanya dan memberikan senyuman pada Hendra. Hendra pun
semakin menjadi-jadi ingin rasanya terbang kelangit dan bersujud syukur pada
sang Kholik, ia ingin berterimah
kasih karena hari ini bertemu dengan salah satu bidadari dari surga. Hendra
memiliki hasrat paling besar terhadap Irma.
Ia telah tenggelam dalam lautan cinta. Perasaan Irma pun tidak jauh berbeda ia telah
jatuh cinta pada pandangan pertama.
Cinta pertama adalah yang terindah dan kenangan
bahagianya tidak akan pernah mati.
Bagi Irma dan Hendra hal tersebut benarlah adanya. Mereka terlampau bahagia hingga mereka tidak
khusyuk dalam salat idul adha, hati Hendra berkeluh kesah dengan iman yang membaca
ayat seperti koran, ia ingin segara selasai” Sallona the sikuraiyyapa injo nalebba”.[7] Sambil menggarut paha.
Usai salat Idul adha. Segera Hendra keluar di jalan raya, untuk
melihat Cewek itu pulang di rumahnya. Namun, sayang seribu sayang tidak bisa melihat meskipun sekilas karena
puluhan orang-orang yang bertumpukan di jalan raya suasana
menjadi ramai dan berbagai kendaraan
yang melintas, untuk melakukan silaturahmi disetiap keluarga mereka. Ia tergesa-gesa, dengan ekspersi wajah yang kebingungan mencari sesuatu, kedua alisnya melengkung, matanya sudah berkeliaran kemana-mana. Datanglah mansur dari belakang menarik tangan
kanan Hendra.
“ Woi Brow,, nekke[8] , minta maaf selama ini banyak dosa dan kehilafan kepadamu”
“
iya,, nekke poleh
lohe dosaku rikau[9], saling
memaafkan saja okey! Tadi aku
melihat bidadari memakai mukenah, kamu tahu tidak orangnya? dan siapa namanya? Kayaknya
dia tinggal dekat batas dan dekat rumah kamu?”
“Oh,, aku tahu
orangnya, dia anak terpandang, berpedidikan selain itu iya adalah
cewek yang tercantik di desaku, baik dan soleha mau
tahu namanya?”
“
iyalah,, kasih tahu siapa namanya?”
Mansur hanya
menggelengkan kepala menutup rapat-rapat
kedua bibirnya sambil tersenyum. Hendra
pun menunggu jawaban namun, Mansur
menunda jawabannya beberapa detik.
“ the cepat, jawab lama sekali dan minta donk nomor Hp-nya!”
“ heeeeeee,,huu haaaa. Namanya Irma, ini catat
nomornya”.
Mengeluarkan Hendpone di celana bokser yang ditutupi sarung. Hendra sangat bahagia dan berterimah kasih
ternyata Irma seblahan rumah dengan Mansur,
jadi untuk mendapatkan Irma, baginya sangat mudah, dalam benaknya berkata”Siapa
sih yang berani menolak cintaku. Aku adalah satu-satunya dari cucu Hj. Kareng Ponno, sebagai pewaris kekayaan sampai tujuh keturunanpun hartaku tidak
habis”. Mereka melanjutkan perjalan dengan pantat tepos berlenggok-lenggok.
Siang telah usai. Hendra
masuk ke kamar menutup pintu
dengan rapat-rapat mematikan lampu kamar segara ia menghubungi Irma dengan Hendphone Nokia N70.
Namun, pulsanya tidak mengcukupi
untuk memanggil”sisa pulsa anda tidak
mengcukupi melakukan panggilan ini
, sisa pulsa anda tiga puluh rupiah”.
“Apa?”. Dengan ekspresi wajah yang shok membuat ia
risih ternyata baru sadar kalau
pulsanya dihabisi tadi siang, oleh
Mansur Main Facebook. Sukarela ia bengkit dari kasurnya yang emput membuka pintu dan menuju conter yang tidak jauh dari rumahnya, sampai di lokasi ia mengeluarkan uang dua ratus ribu yang berada dalam dompet
ungu.
“ Pak,, aku mau beli
pulsa. Pulsa dua ratus ribu”
“ iyo[10], sebutmi berapah nomormu?”.
@@@
M-KIOS, dengan pulsa dua ratus ribu sudah masuk di Handpone Hendra. Di bawah pohon cangkeh, berbagai suara hewan mulai terdengar, jangrik sibuk sendiri dengan syair-syairnya, kodok berlompat-lompat
dekat kaki Hendra. Rembulan memberikan
cahaya yang sangat gemilau, Hendra yang duduk di bawah pohon segara menekan tombol, mencari nomor Irma.
“ting,,,tong,,ting”. Suara
Hendpone Irma mulai berdering yang
berada di atas
meja itu menandakan ada panggilan yang masuk.
“ Halo,,, asslamu
alaikum maaf siapa iya? Ada yang bisa
kubantu”
“waalaikum salam, maaf
menganggu iya cantik, ini aku Hendra , ingat tidak waktu
siguppaki[11]
di Lapangan?”
“ iya aku ingat kamu, siapa sih yang tidak mengingat wajah yang tampang!”
“ masa sih?, hum
iya sudah dulu iya, cuman mau bilang sampaikan salam pada Irma”.
“ oh iya,,,”.
Irma sambil tersenyum mekar seperti bunga
melati yang mekar di pagi hari.
Irma
pun mulai menutup panggilan, lompat-lompat di atas papan dan mulai bergetar
saat mendengar Hendra minta salam
kepadanya. Keadaan ini terus berlanjut, mereka terhanyut begitu
jauh sehingga sulit untuk kembali. Mereka terbelenggu oleh kekuatan gaib yang
sumbernya yang mereka tidak kenali, yang pengaruh sihirnya terlalu kuat untuk
mereka lawan.
.....
[1] Makanan berisi beras yang berbentuk segi empat. Di lapisi daun pisang.
[2] Makanan berisi beras yang berbentuk memenjang, menjadi, makanan khas di
hari raya.
[3] Alat untuk memasak.
[4] Panggilan kepada seseorang yang lebih tua.
sopan
[5] Menanyakan keadaan
[6] mengambil
[7] Lama sekali, kapan selasai
[8] Nekke. Aku atau saya
[9] aku juga banyak dosa sama kamu.
[10] iya , perkataan untuk orang
yang lebih muda
[11] bertemu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar