Rabu, 15 Januari 2014

CINTA BERTASBIH DI HARI RAYA



 
CINTA  BERTASBIH   DI  HARI  RAYA
Nurwahidah
                   Malam yang dingin. Rembulan tampak bagaikan sebuah  bola perak yang bercahaya,  beberapa planet di  luar  angkasa membentuk sebuah formasi.  Bintang-bintang berkelap-kelip bagaikan sebuah emas yang  berkilauan telah jahitkan di atas jubah lembayung langit.  Kupu-kupu  serentak berkeliran. Angin malam menyentuh kulit membuat merinding. Tumbuh-tumbuhan ikut bertasbih, kunang-kunang  bertebarang di  serambi rumah.  Terbesik,  bernyanyi di sela-sela kuping. Gema Takbir mulai berkumandang.
                   Malam ini:   Malam hari Raya!
                   Kesenanagan melingkupi desa  Balibo. Puluhan motor berlalu lalang di  jalan raya.  Dihiasi gema takbir.  Anak-anak    saling bertautang membunyikan petasan, ibu  rumah tangga sibuk memasak ketupat,  burasa[1] dan   kaloli.[2]  Dalam irama  rupa-rupa.  Sedikit kesedihan.  Menyerupai  orkses.  Dangdut.  Sedikit nge-rock.  Bukankah tidak ada standar baku dalam urusan Takbir?.  Takbir pun di lafalkan berdasarkan versi masing-masing.  Kalau ingin mendengar aksen  bugis dengarlah di  mesjid  sana.   Aksen kental  konjo  dengarlah di  mesjid  sini.
                   Malam kemenangan.  Semua berlomba-lomba menggemakan nama besar sang Kholik.  Wajah mengepresikan kebahagian.  Gadis-gadis sibuk menata  ruang  tamu,   menghiasi   bunga,  membersihkan celah-celah  jendela dan menyusun kue di atas meja.
                   Seorang janda tua yang berumur empat puluh lima tahun  yang sibuk membuat ketupat,   sambil  meniup dapo.[3]  Irma  sibuk  mengiris bawang merah, bawang putih,  kemiri dan sebagainya  untuk bahan masakan daging sapi besok.  Sedangkan  kedua  adiknya  Idha  dan  Nadia  sibuk  menata  ruang  tamu.
                   Jam  Lima lewat dua menit,  Irma terbangun  dengan suara Gema takbir”Allahu akbar allhu akbar,, lailahaa illahllahu huwalluhu akbar, Alluakbar walillah ilham”.   Segera ia menbangunkan sang  ibu dan adik-adiknya untuk  bersiap-siap menuju   lapangan  melakukan salat  Idul adha,  secara  berjamaah.  Mata yang sayu ia memasuki kamar sang ibu yang tepat di pojok dekat meja makan.  Tiba- tiba  kaki kirinya tersangkut di paku.  Adik-adiknya pun terbangun mendengar  jeritan Irma meminta tolong”.
                  


                   “Aduh  sakit  sakit,,,duh,, Ma’.  Dimanaki”?[4]
                   “Eeehhh kenapako.[5]  Nak?”  jawab Irma sambil duduk bersila memegan                              kaki.
                   “ ini,, kaki tersangkut di  paku “
                   “ iya  berdarah,  tunggu dulu Nak.  Ambilka[6]  obat”.
       Sang ibu  mengambil obat yang berada dalam lemari.  Sementara Idha dan Nadia  menuju kamar mandi dan bersiap-siap mamakai baju baru,  mukenah baru  di hari raya.
                                                                   @@@
                   Mukenah baru yang terpasang di  kepala Irma,  berwarna pink  dihiasi  motif yang menyatuh.  Wajah yang bundar,  bibir yang merah merekah,  alis yang hitam tebal  berbentuk Vertikal  membuat  orang yang memandangnya akan terbuai olehnya.   Irma dan keluarganya beranjak  turun ke tangga tak lupa mereka membawa gulungan tikar dan uang untuk  sedekah.  Orang-orang  berjalan di jalan raya  berbondong-bondong menuju ke lapangan dihiasi  pekaian  bercorak palangi yang  menempel di sekujur  badan mereka.  Tiba di lapangan yang berhadapan dengan mesjid  Pabbaeng-baeng  puluhan jama’ah yang  rapi berjejer bagaikan botol  dan mukenah putih menjadikan  suasana menjadi semakin indah dipandang  mata. “Allahu akbar allhu akbar, lailaha illahuwallhu akbar”.
                   Hendra Salah satu pemuda yang  tinggal dekat  lapangan  itu,  memakai baju kemeja merah yang terpasang membentuk postur tubuh,  sepatu kets, celana botol,  dan peci hitam yang menjadi mahkota di  kepala membuat penampilannya  semakin keren,  tampil  berbeda dengan teman-temannya.
                    Kebiasaan orang  Desa  jika melihat cewek  yang cantik   bibir mereka tidak akan pernah berhenti bertasbih dengan sautang yang berbeda,  berbagai macam cara ada yang berdehem”ehheeeem,, eheeem”,  ada yang menyapa“ cewek balik donk, minta No-hp”,  dan ada   yang sok kenal“ Hy cantik”,  dihiasi dengan menaikkan satu alis kiri, mengigit bibir bawah,  sok ganteng.  Meskipun diantara teman-teman Hendra yang hanya memilki wajah  pas-pasan mereka  tidak pernah  ketinggalan dalam  pergaulan.
      


                   Cewek  cantik  dengan  aroma parfum dari surga lewat di  depan  mata mereka,  canda gurau teman-teman Hendra menjadi  suasana  jalan raya semakin ramai.  Hendra  pun hanya mengelengkan kepala dan tersenyum.   Ada Irham,  Ippan,  Acokz,  Uddin,  Mansur  dan masih banyak lagi.  Hendphone  yang berada di  tangan mereka masing-masing dan bereneka gaya yang ditampilkan di  pinggir jalan.  Ippan  yang berdiri tegak  dengan sebatang rokok di telinga, gaya jablai menghirup rokok.   Acokz  yang duduk di atas motor  Ninja RR warna merah sambil  mengunyah permen karet.   Uddin yang duduk bersila dengan Hp-BB  warna putih yang sok sibuk menekan tombol.  Sedangkan Mansur dan Hendra  berdiri menghadap masuk ke lapangan memandang  setiap cewek  yang lewat depan  mata.
       Mansur  yang menjadi teman sekaligus teman curhat Hendra, memakai baju kokoh,  sarung bercorak coklat dan memakai sandal jepit  warna orenge maklum warna yang tidak menyatuh tidak menjadi kendala baginya yang penting kelihatan keren.   Memukul bahu Hendra.
            “ Brow,  kok’  hari ini  absen memanggil cewek,   lihat banyak cantik- cantik lho yang lewat depan mata kita,  kapan lagi cewek akan berkumpul?  Dan kapan lagi kita  bisa melihat kecantikan dan harum  parfum mereka?”.
       Senyuman  Hendra yang  hanya  tiga detik kepada Mansur,  membuat Mansur menggerut betis ia pura-pura gatal.  Hendra  menoleh ke  kanan  ia melihat cewek yang memakai mukenah pink berjalan tersimpuh malu dengan sang ibu. Mulut Hendra mengangak terbuka,  matanya melotot tak berkedip,   tarikan napasnya berhenti beberapa detik,  bulu mulai berdiri,  jantung mulai berdebar kencang seakan-akan  separuh  jiwanya ada pada  cewek itu.  Kecantikan Irma tidak ada yang melebihi kecantikan dari cewek  manapun di  desa Balibo.
                   Irma bagaikan  sang Rembulan  yang terbit dalam kegelapan malam dengan keindahan dan kemilau yang tiada banding.   Tidak hanya Hendra yang tertarik. Namun,  laki-laki  yang lainpun ikut terpesona oleh kecantikannya yang menyilaukan mata.  Saat  Irma menuju ke pintu masuk mendakati kotak amal, teman-teman Hendra  ikut mengangah.
                   Segara  Hendra  berlari menuju  pintu masuk  yang berseblahan dengan pintu masuk Irma,  sebagai pembatasnya bambu.  Hendra berharap saat Irma memasukkan uang di  kotak itu,  ia bisa melihat senyuman dan  tatapan mata  Irma meskipun hanya  beberapa detik,  ia mengelurkan uang  yang barada di dompet ungu.  Tanpa ia hiraukan   jumlah uang yang  dikeluarkan lumayan basar, mengambil uang berwarna  merah. Ya. Warna merah uang seratus ribu rupiah. 


       Hendra  sangat beruntung di hari raya bisa bertemu cewek yang lebih cantik dibandingkan  dengan  cewek   yang  ia  pernah  temui  sebelumnya.
                    Irma yang dari tadi tunduk tiba-tiba  mengangkat  kepalanya dan memberikan senyuman pada Hendra.  Hendra  pun semakin menjadi-jadi ingin rasanya terbang kelangit dan bersujud syukur pada sang Kholik,  ia ingin  berterimah  kasih  karena hari ini  bertemu  dengan salah satu  bidadari  dari  surga.  Hendra memiliki hasrat paling besar terhadap Irma.  Ia telah tenggelam dalam lautan cinta.  Perasaan Irma pun tidak jauh berbeda ia telah jatuh cinta pada pandangan pertama.
        Cinta pertama adalah  yang terindah  dan  kenangan bahagianya  tidak akan pernah  mati.  Bagi Irma dan Hendra hal tersebut benarlah adanya.  Mereka terlampau bahagia hingga mereka tidak khusyuk dalam salat idul adha,  hati  Hendra berkeluh kesah dengan iman yang membaca ayat seperti koran,  ia  ingin segara selasai” Sallona the sikuraiyyapa injo nalebba”.[7]  Sambil menggarut paha.
                   Usai salat Idul adha.  Segera Hendra keluar di jalan raya, untuk melihat Cewek  itu pulang di rumahnya.  Namun,   sayang seribu sayang  tidak bisa melihat meskipun sekilas karena puluhan  orang-orang   yang bertumpukan di jalan raya suasana menjadi  ramai dan berbagai kendaraan yang melintas, untuk melakukan silaturahmi disetiap keluarga mereka.  Ia tergesa-gesa,  dengan ekspersi wajah yang  kebingungan mencari sesuatu,  kedua  alisnya   melengkung,  matanya sudah berkeliaran kemana-mana.  Datanglah mansur dari belakang menarik tangan  kanan Hendra.
                    Woi Brow,, nekke[8] ,  minta maaf selama ini banyak dosa dan                                       kehilafan kepadamu”
                        “ iya,, nekke  poleh lohe dosaku rikau[9],   saling memaafkan saja okey!                                  Tadi  aku melihat    bidadari memakai mukenah,  kamu tahu tidak                           orangnya?  dan siapa namanya?   Kayaknya dia tinggal dekat batas                           dan  dekat rumah kamu?”
“Oh,, aku tahu orangnya,  dia anak terpandang,  berpedidikan selain itu      iya   adalah  cewek   yang tercantik di  desaku,  baik dan soleha  mau  tahu  namanya?”
“ iyalah,, kasih tahu siapa namanya?”
                       
                       

                        Mansur hanya menggelengkan kepala  menutup rapat-rapat kedua bibirnya sambil tersenyum.  Hendra pun  menunggu jawaban namun,  Mansur  menunda jawabannya beberapa detik.
                        “ the cepat,  jawab lama sekali dan minta donk nomor   Hp-nya!”
                        “ heeeeeee,,huu haaaa. Namanya Irma,  ini catat  nomornya”.
                        Mengeluarkan Hendpone  di celana bokser yang ditutupi sarung.  Hendra sangat bahagia dan berterimah kasih ternyata  Irma   seblahan rumah dengan  Mansur,  jadi  untuk mendapatkan Irma,  baginya sangat mudah, dalam benaknya  berkata”Siapa sih yang berani  menolak cintaku.  Aku adalah  satu-satunya dari cucu  Hj. Kareng Ponno,  sebagai pewaris kekayaan  sampai tujuh keturunanpun hartaku tidak habis”.     Mereka melanjutkan perjalan dengan pantat  tepos berlenggok-lenggok.    
                        Siang telah usai.  Hendra  masuk ke kamar menutup  pintu dengan rapat-rapat mematikan lampu kamar segara ia  menghubungi Irma dengan Hendphone  Nokia N70.  Namun,  pulsanya tidak mengcukupi untuk memanggil”sisa pulsa anda tidak mengcukupi  melakukan panggilan ini ,  sisa pulsa anda tiga puluh rupiah”. “Apa?”.  Dengan  ekspresi wajah  yang  shok  membuat  ia  risih ternyata baru sadar  kalau pulsanya dihabisi tadi siang,  oleh Mansur Main Facebook. Sukarela ia bengkit dari kasurnya yang emput  membuka pintu dan menuju conter    yang tidak jauh dari rumahnya,  sampai di  lokasi ia mengeluarkan  uang dua ratus ribu yang berada dalam dompet ungu.
                        “ Pak,, aku mau beli pulsa.  Pulsa dua ratus ribu”
                        “ iyo[10],    sebutmi berapah nomormu?”.
                                                            @@@
                        M-KIOS,   dengan pulsa dua ratus ribu  sudah masuk di  Handpone   Hendra.  Di bawah pohon cangkeh,  berbagai suara hewan mulai terdengar,   jangrik sibuk  sendiri dengan syair-syairnya, kodok berlompat-lompat dekat kaki Hendra.  Rembulan memberikan cahaya yang sangat gemilau,  Hendra   yang duduk di  bawah pohon segara menekan tombol,  mencari nomor Irma.
                        “ting,,,tong,,ting”.  Suara Hendpone Irma mulai berdering  yang berada                              di  atas  meja itu menandakan ada panggilan yang masuk.
                        “ Halo,,, asslamu alaikum maaf siapa iya?  Ada yang bisa kubantu”
                        “waalaikum  salam,  maaf menganggu  iya cantik,  ini aku Hendra , ingat                tidak             waktu  siguppaki[11]  di Lapangan?”
                        “ iya aku ingat kamu,  siapa sih yang tidak mengingat wajah yang                            tampang!”
 “ masa sih?,  hum iya sudah dulu  iya,  cuman mau bilang sampaikan                        salam   pada Irma”.
“ oh iya,,,”. Irma sambil tersenyum mekar seperti bunga  melati yang mekar di pagi hari.
                        Irma pun mulai menutup panggilan, lompat-lompat di atas papan dan mulai bergetar saat  mendengar Hendra minta salam kepadanya.  Keadaan  ini terus berlanjut, mereka terhanyut begitu jauh sehingga sulit untuk kembali. Mereka terbelenggu oleh kekuatan gaib yang sumbernya yang mereka tidak kenali, yang pengaruh sihirnya terlalu kuat untuk mereka lawan.
                                                                        .....


           










                    



[1] Makanan berisi beras yang berbentuk segi empat.  Di lapisi daun pisang.
[2] Makanan berisi beras  yang  berbentuk memenjang, menjadi, makanan khas di hari raya.
[3] Alat untuk memasak.
[4]   Panggilan kepada seseorang yang lebih tua. sopan
[5]  Menanyakan keadaan
[6] mengambil
[7]   Lama sekali, kapan selasai

[8]  Nekke. Aku atau saya
[9]   aku juga banyak dosa sama kamu.
[10]  iya , perkataan untuk orang yang lebih  muda
[11]   bertemu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar