Politik Belas Kasih
(Untuk Mengenang
Mandela)
Ahmad Sahide
Belas kasih adalah ujian spiritualitas sejati, demikian kalimat
impresi dari buku Karen Armstrong yang berjudul Compassion. Buku yang ditulis oleh penulis ternama dari Amerika itu
mencoba mengulas betapa pentingnya belas kasih dalam kehidupan relijius dan
moral umat manusia. Jika Armstrong menuliskannya dalam bentuk buku, Nelson
Mandela mengajarkannya kepada kita semua dalam sikap politiknya. Nelson
Mandelalah yang mengajarkan kepada dunia mengenai politik yang tidak memendam
rasa benci, kerakusan akan kekuasaan, dan keangkuhan. Kebebasan yang
dialamatkan padanya setelah dipenjara selama 27 tahun tidak membuatnya mempraktekkan
politik balas dendam setelah diberi award
sebagai pemimpin Afrika Selatan, 1994-1999.
Kebesaran jiwanya dalam
memaafkan kulit putih yang memenjarakan dan menyiksanya selama hampir tiga
puluh tahun itulah yang membuat dunia terkagum padanya. Ia pun pernah
dinobatkan meraih global award untuk
perdamaian dunia. Jika sejarah dipandang
sebagai jejak langkah orang-orang besar (Nurcholish Madjid), maka Mandela
adalah salah seorang yang jejak langkahnya paling banyak diakui dan dihargai di
dunia. Kehadiran Mandela di dunia selama kurun waktu 95 tahun (1918-2013)
adalah teladan dan inspirasi bagi dunia dalam dunia politik. Barangkali
sosoknya adalah ‘nabi’ untuk kehidupan modern. Perlu dicatat bahwa kebesaran
Mandela, atau yang juga sering dipanggil Madiba, yang akan terus dikenang oleh
dunia bukan karena keangkuhannya, bukan karena hasrat kuasanya, bukan karena
hartanya. Tetapi kebesaran jiwanya dalam memimpin dan memaafkan orang-orang
yang pernah menyiksanya selama kurang lebih dua puluh tujuh tahun lamanya.
Mandela sendiri mengakui bahwa dirinya sulit untuk melupakan penyiksaan yang
dialamatkan padanya itu, tetapi ia bisa memaafkannya (forgiven but not to be forgotten).
Kini, orang besar yang dilahirkan sejarah abad
dua puluh-dua puluh satu itu telah tiada. Tuhan telah memanggilnya pada hari
Kamis lalu, 5 Desember 2013. Dunia pun berkabung ditinggalkan olehnya.
Kepergiannya ditangisi oleh jutaan umat manusia di dunia, bukan hanya rakyat
Afrika Selatan yang dia perjuangkan kebebasannya. Kepergian Mandela menunjukkan
kepada kita semua bahwa ia adalah pemimpin bagi dunia, ia adalah milik dunia.
Bukan hanya pemimpin dan milik rakyat Afrika Selatan.
Pemimpin Lintas Batas dan Waktu
Itulah sosok Nelson Mandela,
pemimpin besar yang pernah dilahirkan sejarah dari negara yang terpinggirkan.
Mandela adalah pemimpin yang tidak dibatasi oleh periode waktu, juga tidak
dibatasi oleh batas-batas geografis negara. Mandela hadir sebagai pemimpin
dengan spiritualitas sejati (dalam bahasa Karen Armstrong) yang mampu melampaui
kepemimpinan yang dibatasi oleh waktu dan batas-batas geografis negara. Hal itu
karena Mandela memimpin dengan hati, memimpin dengan belas kasih. Ia bukanlah
pemimpin administratif. Mandela hanya menjadi Presiden Afrika Selatan selama
satu periode, 1994-1999, tetapi kepemipinannya jauh melampaui itu semua.
Para pemimpin di dunia
seharusnya bercermin pada sosok Madiba yang kebesarannya bukan karena
kekuatannya membunuh manusia-manusia yang tidak berdosa demi mempertahankan
tahta kekuasaan, juga bukan karena lamanya berkuasa. Ia hanya menjadi presiden
selama lima tahun, dipenjara selama dua puluh tujuh tahun. Jabatan politik yang
tidak sebanding dengan pengorbanan dan perjuangannya tentunya. Di situlah letak
kebesaran dan kemuliaan hati sosok Madiba. Kehadirannya bukan untuk berkuasa
selama mungkin dan menikmati kekuasaan terus-menerus. Ia hadir untuk
menginspirasi dan membawa perubahan untuk tertanamnya kehidupan yang adil dan
saling memanusiakan.
Tujuan
politiknya adalah spiritualitas. Berbeda dengan kebanyakan pemimpin di dunia
yang tujuan politiknya adalah menikmati fasilitas kekuasaan, penghormatan yang
dipaksakan, tetapi hampa akan spiritualitas. Kekuasaan yang tidak memberikan
ketenangan, melainkan kegelisahan dan setelah berakhir masa kekuasaan itu atau
direbut oleh orang lain maka ia pun akan dicaci oleh sejarah, bukannya
dikenang.
Selamat
jalan Madiba. Dunia mengenang dan menangisi kepergianmu! Semoga pemimpin di
dunia, termasuk di Indonesia, dapat mengambil pelajaran penting dari hidupmu.
Kami tahu, banyak pemimpin yang kagum dengan sikap dan teladan politikmu,
tetapi tidak banyak, atau bahkan mungkin belum ada, yang mampu mengikuti
jejakmu, kebesaran jiwamu. Dunia berharap, sejarah kembali akan melahirkan
‘sosok Mandela’ kelak!
Yogyakarta, 8-9
Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar