Senin, 16 Desember 2013

Politik Belas Kasih



Politik Belas Kasih
(Untuk Mengenang Mandela)
Ahmad Sahide
                Belas kasih adalah ujian spiritualitas sejati, demikian kalimat impresi dari buku Karen Armstrong yang berjudul Compassion. Buku yang ditulis oleh penulis ternama dari Amerika itu mencoba mengulas betapa pentingnya belas kasih dalam kehidupan relijius dan moral umat manusia. Jika Armstrong menuliskannya dalam bentuk buku, Nelson Mandela mengajarkannya kepada kita semua dalam sikap politiknya. Nelson Mandelalah yang mengajarkan kepada dunia mengenai politik yang tidak memendam rasa benci, kerakusan akan kekuasaan, dan keangkuhan. Kebebasan yang dialamatkan padanya setelah dipenjara selama 27 tahun tidak membuatnya mempraktekkan politik balas dendam setelah diberi award sebagai pemimpin Afrika Selatan, 1994-1999.
                Kebesaran jiwanya dalam memaafkan kulit putih yang memenjarakan dan menyiksanya selama hampir tiga puluh tahun itulah yang membuat dunia terkagum padanya. Ia pun pernah dinobatkan meraih global award untuk perdamaian dunia.  Jika sejarah dipandang sebagai jejak langkah orang-orang besar (Nurcholish Madjid), maka Mandela adalah salah seorang yang jejak langkahnya paling banyak diakui dan dihargai di dunia. Kehadiran Mandela di dunia selama kurun waktu 95 tahun (1918-2013) adalah teladan dan inspirasi bagi dunia dalam dunia politik. Barangkali sosoknya adalah ‘nabi’ untuk kehidupan modern. Perlu dicatat bahwa kebesaran Mandela, atau yang juga sering dipanggil Madiba, yang akan terus dikenang oleh dunia bukan karena keangkuhannya, bukan karena hasrat kuasanya, bukan karena hartanya. Tetapi kebesaran jiwanya dalam memimpin dan memaafkan orang-orang yang pernah menyiksanya selama kurang lebih dua puluh tujuh tahun lamanya. Mandela sendiri mengakui bahwa dirinya sulit untuk melupakan penyiksaan yang dialamatkan padanya itu, tetapi ia bisa memaafkannya (forgiven but not to be forgotten).
                 Kini, orang besar yang dilahirkan sejarah abad dua puluh-dua puluh satu itu telah tiada. Tuhan telah memanggilnya pada hari Kamis lalu, 5 Desember 2013. Dunia pun berkabung ditinggalkan olehnya. Kepergiannya ditangisi oleh jutaan umat manusia di dunia, bukan hanya rakyat Afrika Selatan yang dia perjuangkan kebebasannya. Kepergian Mandela menunjukkan kepada kita semua bahwa ia adalah pemimpin bagi dunia, ia adalah milik dunia. Bukan hanya pemimpin dan milik rakyat Afrika Selatan.

Pemimpin Lintas Batas dan Waktu
                Itulah sosok Nelson Mandela, pemimpin besar yang pernah dilahirkan sejarah dari negara yang terpinggirkan. Mandela adalah pemimpin yang tidak dibatasi oleh periode waktu, juga tidak dibatasi oleh batas-batas geografis negara. Mandela hadir sebagai pemimpin dengan spiritualitas sejati (dalam bahasa Karen Armstrong) yang mampu melampaui kepemimpinan yang dibatasi oleh waktu dan batas-batas geografis negara. Hal itu karena Mandela memimpin dengan hati, memimpin dengan belas kasih. Ia bukanlah pemimpin administratif. Mandela hanya menjadi Presiden Afrika Selatan selama satu periode, 1994-1999, tetapi kepemipinannya jauh melampaui itu semua.
                Para pemimpin di dunia seharusnya bercermin pada sosok Madiba yang kebesarannya bukan karena kekuatannya membunuh manusia-manusia yang tidak berdosa demi mempertahankan tahta kekuasaan, juga bukan karena lamanya berkuasa. Ia hanya menjadi presiden selama lima tahun, dipenjara selama dua puluh tujuh tahun. Jabatan politik yang tidak sebanding dengan pengorbanan dan perjuangannya tentunya. Di situlah letak kebesaran dan kemuliaan hati sosok Madiba. Kehadirannya bukan untuk berkuasa selama mungkin dan menikmati kekuasaan terus-menerus. Ia hadir untuk menginspirasi dan membawa perubahan untuk tertanamnya kehidupan yang adil dan saling memanusiakan. 
Tujuan politiknya adalah spiritualitas. Berbeda dengan kebanyakan pemimpin di dunia yang tujuan politiknya adalah menikmati fasilitas kekuasaan, penghormatan yang dipaksakan, tetapi hampa akan spiritualitas. Kekuasaan yang tidak memberikan ketenangan, melainkan kegelisahan dan setelah berakhir masa kekuasaan itu atau direbut oleh orang lain maka ia pun akan dicaci oleh sejarah, bukannya dikenang.
Selamat jalan Madiba. Dunia mengenang dan menangisi kepergianmu! Semoga pemimpin di dunia, termasuk di Indonesia, dapat mengambil pelajaran penting dari hidupmu. Kami tahu, banyak pemimpin yang kagum dengan sikap dan teladan politikmu, tetapi tidak banyak, atau bahkan mungkin belum ada, yang mampu mengikuti jejakmu, kebesaran jiwamu. Dunia berharap, sejarah kembali akan melahirkan ‘sosok Mandela’ kelak!
Yogyakarta, 8-9 Desember 2013
                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar