Rabu, 13 November 2013

SEMANGAT BERSAMA KENANGAN



SEMANGAT BERSAMA KENANGAN
Oleh: Enalk (D&D)

 07:30 hari ini adalah hari jumat. Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua siswa dari seluruh Indonesia, termasuk seorang remaja yang bertubuh pendek dan berambut sedikit lurus tapi tidak begitu panjang, yang sedang berdiri di bahu jalan depan sekolahnya, remaja yang sedang menunggu pengumuman hasil Ujian Nasional yang telah di ikutinya beberapa minggu yang lalu.
Wajah oval yang dimilikinya menampakkan raut yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Raut wajah yang secara kasat mata menampakkan kesenangan tapi di balik itu semua menyimpan rasa cemas.
Remaja itu bernama Amjar. Iya Amjar yang sudah tiga tahun lamanya menimba ilmu di salah satu sekolah Madrasah yang berbasis negri. Dan salah satu madrasah favorit juga di kota Bulukumba, kota yang terletak di sebelah selatan pulau yang berbentuk 'K' itu.
Amjar yang sudah berada di depan gerbang utama sekolah menengadahkan kepalanya ke sebuah tembok dengan tinggi tiga meter di samping gedung kelas, matanya menyorot tajam pada tulisan besar di tembok itu "MAN BULUKUMBA".
"tidak terasa aku akan meninggalkan sekolah kebanggaanku ini. Sekolah yang menjadi tempatku menuntut ilmu, sekolah yang yang memberikanku keceriaan di setiap hari-hariku bersama teman-teman." katanya seraya menunndukkan kepala secara perlahan, dari wajahnya nampak kesedihan yang tertahan, matanya berkaca-kaca hingga akhirnya ia meneteskan air mata.
 Remaja yang bertubuh ringkih itu menyeka air matanya, kemudian berlalu meninggal tempat itu dan berjalan ke selatan menuju sudut kanan sekolah, pandangannya mengarah ke kelas. kelas yang telah menampungnya selama setahun terakhir ini. Dengan seragam putih abu-abu lengkap dengan tas ransel kuning bermotif api di punggungnya, ia mangarungi jalan yang di penuhi dengan debu yang tertiup angin riuh.
 Di depan kelas ia melihat ada salah satu temannya yang melambaikan tangan kepadanya.
"Amjar," panggilnya, Sambil melambaikan tangan kekarnya dan tersenyum ke arah Amjar.
"Iya." jawabnya singkat. Remaja itu kemudian berlari kecil di antara siswa-siswa yang mulai memadati lapangan sekolah. Amjar menuju ke pemuda yang berbadan kekar dan bekulit putih yang ada di depan kelas, di bawah pohon mangga yang tumbuh menjulang tinggi ke atap kelas. Hasyim, itulah pemuda yang memanggil Amjar.
Pengumuman hasil UN akan segera diumumkan para wali kelas dari seluruh wali kelas yang ada di MAN. Hasyim dan Amjar berjalan berdampingan mamasuki kelas yang berada di pojok kanan sekolah.  Dalam setiapa dekapan langkahnya mereka diiringi dengan perbincangan di mana mereka akan lanjut nanti, jika mereka dinyatakan lulus. Kedua pemuda itu behenti pada mulut pintu yang terbuka lebar.
Di dalam kelas mereka melihat sudah ada beberapa teman-teman yang sudah menunggu. Teman yang berbeda dari mereka baik dari fisik maupun sifat. Seperti biasa sebelum guru yang mengajar masuk kelas mereka akan bekumpul di sudut kanan belakang kelas.
Di sana terlihat empat orang remaja putri berjilbab dengan seragam putih abu-abunya berjibaku dalam keheningan kelas mengeluarkan semua pengalamannya yang akan diceritakan. mereka ngobrol sebagaimana seorang wanita pada umumnya.
Whana remaja putri yang menghadap ke barat mengawali pembicaraan mereka. Ia bercerita tentang make up kepada Kiya, Dian, dan Hana yang duduk di hadapannya. Tidak salah jika ia bercerita tantang make up, karena itu sesuai dengan karakternya yang terbiasa mengunakan make up yang belebihan pada wajahnya, layaknya seorang artis. Tanganya juga ikut digerak-gerakkan mengiri setiap kata yang diucapkan.
Kiya dan Dian hanya mengangguk-ngangguk mendengarkan cerita Whana. Sedangkan Hana si gadis kecil dan pendek, bekulit sawo matang itu tidak demikian adanya ia menampilkan kebiasaanya yang ceplas-ceplos.
"Aahh, biasa aja itu." Lagaknya sambil mengoyang-goyangkan pinggulnya.
Amjar dan Hasyim yang duduk menghadap ke timur di sudut kanan depan, hanya tertawa melihat tingkah Hana yang memang selalu membuat orang yang melihatnya tertawa.
"Bu wali datang." Suara yang terdengar dari luar.
"Siapa." Matanya menyelidik keluar mencari dari mana sumber suara itu. "Oh Imha." lanjutnya singkat.
"Ayo Syim, kita pinda ke belakang" ajaknya sambil berdiri dan merapikan tasnya.
"OK." Jawabnya singkat sambil mengacungkan jempolnya.
Langkah sepatu yang begitu jelas di telinga semua siswa yang ada dalam kelas, siswa yang menyimpan sejuta harapan di hari yang berbahagia dan sekaligus menegangkan itu. Dekapan sepatu itu semakin mendekat ke daun pintu yang terbuka, tapi suara terhenti sampai di situ. Dari luar nampak seorang perempuan yang kira-kira berumur 30-an menggunakan jilbab panjang sampai pinggang., tubuhnya kecil dan memiliki tinggi sekitar 157 cm. Wajahnya terlihat pucat nampak seseorang yang menyimpan banyak beban. Di tangan kanannya membawa setumpuk amplop yang berisikan hasil UN kemarin.
Andi Nur Hikmah, iya, itulah nama dari guru tadi. Ia melangkah masuk kelas dan duduk di kursi guru yang terletak di kiri depan.
"Assalamualaikum anak-anak."
"Waalaikumsalam Bu." suara salam  yang atnusias menggema dalam kelas.
Bu Hikmah lansung menyebutkan satu persatu dari nama yang tertulis pada amplop.
"Abdul Hasyim," panggil ibu guru. Hasyim maju dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu.
"Irma Damayanti." Nama selanjutnya yang disebutkan oleh BU Hikmah
"Iya, aku." Irma si gadis cantik, imut dan selalu terlihat rapi, tubuhnya tidak gemuk dan tidak juga kurus duduk di barisan paling depan, ia maju menerima amplop untuknya, iya tidak lupa tersenyum pada ibu guru.
"Selanjutnya. Ini siapa ya?" Katanya tidak bisa melihat jelas nama yang tertulis pada. "Isma Ariana." Lanjutnya sambil tersenyum memndangi Isma.
"Aku, aku." Ia mengangkat tangan dan terlihat sangat senang namanya disebut. Gadis yang perawakannya sedikit gemuk dan imut maju kedepan.
Seterusnya sampai nama yang kesepuluh. Tapi, dari kesepuluh nama itu belum terdengar nama Amjar.
"Namaku kenapa belum dipanggil." Gerutu Amjar tidak sabar ingin melihat hasil ujiannya.
Tidak lama suara dari depan menyebut nama 'Amjar'. Tapi, Amjar tidak begitu jelas mendengarnya.
"Amjar," seru ibu guru lagi.
"Iya bu." Jawabnya singkat. Amjar maju dengan laga seorang pemenang yang sudah yakin bahwa ia dinyatakan lulus.
Bu Hikmah menyebut semua nama hingga nama yang terakhir. Setelah semua siswa mendapatkan amplopnya masing-masing, Guru itu meningglkan kelas. Semua siswa membuka isi amplop, penasaran dengan isinya. Mereka mengeluarkannya dengan perlahan tapi pasti.
"Horeeee. Luluuuus." teriakan salah satu siswi yang berdiri di belakang kelas, teriakan yang keras, semua mata tertuju padanya, tertuju pada Hana si gadis ceplas ceplos, ia melompat-lompat kegirangan. Semua tidak sabar ingin melihat hasilnya, semua kompak untuk meliahat hasilnya.
"Horeeeeeee." Suasana kelas menjadi kacau semua padangan mengarah pada kelas itu. Mereka semua senang tak terkira. ada yang bepelukan, ada yang memukul meja, dan ada yang hanya temenung, sampai-sampai ada yang menangis terharu, karena ternyata usaha mereka tidak sia-sia selama tiga tahun.
 Amjar yang duduk di belakang, maju mengambil alih kelas. Mengumpulkan semua teman-temannya, ia berlagak seorang pemimpin yang akan memberikan pidato kemenangan.
"Teman-teman kita semua telah dinyatakan lulus, itu artinya kita akan berpisah. Tapi, perpisahan ini bukan berarti pemutus dari persaudaraan kita. Karena ini bukan akhir dari segalanya, karena saya yakin suatu saat kita akan berkumpul kembali. Dan kita harus membangun semangat baru melalui kenangan kita bersama. Ingat teman-teman kita adalah saudara." pesan Amjar pada teman-temanya.

Yogyakarta, 27 0ktober 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar