Rabu, 13 November 2013

Catatan Gerakan LIterasi



Catatan Gerakan LIterasi
Ahmad Sahide
            Tulisan ini mengajak para pembaca untuk melihat, syukur-syukur bisa menginspirasi, gerakan literasi di provinsi kelahiran saya, Sulawesi-Selatan. Ini adalah catatan yang kembali bisa saya dokumentasikan setelah berinteraksi dengan teman-teman (pada umumnya adalah senior saya) yang bergiat di dunia gerakan literasi di Indonesia Timur, Sulawesi-Selatan pada khususnya. Interaksi yang belum lama ini kembali terjalin dengan sharing langsung terkait dengan dunia literasi (membaca dan menulis).
            Interaksi dengan beberapa komunitas yang bergiat di dunia literasi itu cukup membakar semangat saya secara pribadi untuk memassifkan gerakan tersebut, kemudian menularkannya ke daerah-daerah lain di manapun itu, tidak hanya di provinsi kelahiran saya tersebut. Dan tulisan ini adalah bagian kecil dari upaya tersebut.

Titik LIterasi
            Catatan pertama adalah ketika saya berkunjung ke Takalar pada tanggal 18 Oktober lalu, memenuhi undangan Pemuda Muslimin Indonesia Cabang Takalar. Pertemuan singkat, kurang lebih tiga jam lamanya itu, di forum diskusi yang mereka adakan di cafe sedikit memberi gambaran kepada saya bahwa organisasi ini intens membangun gerakan literasi di Kabupaten Takalar. Terlebih orang-orang yang bergabung di dalamnya adalah mantan aktivis yang memang punya ketertarikan kuat dalam dunia literasi. Dan jangan lupa, juga punya kemampuan dalam memobilisasi massa (kader). Bakat dan ketertarikannya itulah yang mereka coba tularkan dengan berbagai macam forum dan komunitas yang mereka selenggarakan. Muhammad Kasman, misalnya, adalah mantan aktivis di Makassar yang kini menjadi guru muncul sebagai salah satu figur utama yang menggerakkan gerakan literasi tersebut. Itu pembacaan saya, mohon maaf jika keliru. Selain menjadi guru yang aktif di Pemuda Muslimin Indonesia Cabang Takalar, mantan aktivis HMI-MPO Cabang Makassar ini juga menggawangi Komunitas Pena Hijau Takalar.
            Setelah forum diskusi literasi di café selesai, saya pun diberi kenang-kenangan dua buah buku, keduanya berjudul “You Can Do It” sebuah kumpulan cerpen dan “Rindu Sepasang Purnama,” juga kumpulan cerpen. Tanpa bermaksud apa-apa, tetapi saya lebih tertarik pada cerpen yang pertama. Bukan karena isinya, tetapi karena para penulisnya yang semuanya masih duduk di bangku SMA. Itu menarik bagi saya karena komunitas literasi di Takalar banyak membina anak-anak SMA untuk menulis. Dan ketika mereka dibina untuk menulis, tentu secara tidak langsung mereka akan dirangsang untuk membaca. Dengan banyak membaca, mereka akan menjadi anak didik cerdas dan berkualitas. Saya percaya akan hal itu. Kehadiran saya pun di forum tersebut, yang juga banyak dihadiri oleh anak-anak SMA, banyak memprovokasi untuk membaca dan menulis. Sederhananya saya mengatakan begini, “Jika ingin menjadi penulis yang hebat, maka jadilah pembaca yang hebat!”. Mudah-mudahan mereka merekam kalimat saya tersebut dengan baik.
            Catatak kedua adalah kunjungan saya ke Boetta Ilmoe, Kabupaten Bantaeng pada tanggal 27 Oktober 2013. Di Boetta ilmoe, saya juga diminta sharing terkait dengan dunia literasi. Setahu saya, Boetta Ilmoe, yang digawangi oleh Sulhan Yusuf, sudah beberapa tahun aktif menggerakan gerakan membaca dan menulis di kabupaten tersebut. dan menurut cerita ringan dari Sulhan Yusuf, pemerintah Kabupaten Bantaeng sangat mensupport gerakan tersebut. Boleh jadi, dukungan baik dari pemerintah itu karena bupatinya, Nurdin Abdullah, berasal dari dunia kampus (Universitas Hasanuddin) yang sangat mencintai dunia keilmuan sehingga melihat arti pentingnya gerakan yang kini digawangi oleh Sulhan Yusuf di Bantaeng tersebut.
            Di Boetta Ilmoe, yang juga punya taman baca di samping toko bukunya, saya juga diberi kenang-kenangan berupa buku puisi yang berjudul “Putih Abu-Abu” dan “Dari 12 Menjadi 127”. Buku puisi yang pertama juga ditulis oleh anak-anak SMA, sesuai dengan judulnya, abu-abu yang identik dengan warna pakaian seragam anak-anak SMA.
            Apa yang dilakukan oleh Muhammad Kasman, dan teman-teman, di Takalar dan Sulhan Yusuf di Bantaeng adalah dua titik gerakan literasi yang sekiranya perlu menjadi inspirasi bagi kita semua. Jika banyak aktivis, guru, atau tokoh masyarakat melakukan hal yang sama di banyak daerah (provinsi dan kabupaten), maka Indonesia ke depan  akan menjadi bangsa yang memiliki martabat yang tinggi. Perlu dicatat bahwa bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang cerdas. Oleh karena itu, membangun gerakan literasi di berbabagi titik di seluruh Indonesia adalah gerakan untuk mencerdaskan anak bangsa dengan terus merangsang untuk membaca dan menulis. Semoga tulisan ini berperan sebagai penyambung lidah!
Yogyakarta, 8 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar