Dilematis
Oleh: Nur Alam Amjar
11 Agustus 2013, hari ini adalah
hari minggu hari keempat setelah lebaran usai dilaksanakan pada tanggal 8
kemarin di sebuah masjid kecil dan sederhana. Masjid itu terletak di sebelah
barat rumah Budi di sebuah desa yang jauh dari keramaian kota. Desa yang indah
nan sejuk karena hamparan alam hijaunya. Desa itu juga sudah cukup tekenal
melalui novel yang berjudul “Cinta Anak Karaeng” yang ditulis oleh Ahmad
Sahide. Penulis yang lahir di desa itu. Desa Kindang, itulah namanya. Masjid
itu kini tidak terurus lagi, dinding yang dulunya terlihat kokoh kini sudah
mulai rapuh karena termakan oleh usia, cat yang melindungi dinding masjid mulai
luntur dan berlumut. Masjid itu tidak terurus lagi setelah meninggalnya pak
Hasiin (alm) yang selama ini bertugas untuk merawatnya. Ia berpulang
kerahmatullah beberapa tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2010. Orang yang
selama ini banyak menghabiskan waktunya di masjid tersebut. Matahari belum menampakan cahayanya, gemerlap
cahaya lampu rumah warga masih menerangi jalan. Ayam-ayam pun belum berkokok
untuk ikut bersemai bersama dinginnya pagi. Ibu Budhi beraktivitas seperti
biasa. Seusai shalat subuh ia kembali menjalankan rutinitasanya sebagai seorang
ibu, ibunya yang sudah berumur setengah abad itu masih mampu untuk membiayai
Budhi hingga saat ini Budhi yang sudah menjadi seorang mahasiswa. Budhi adalah
anak terkhir dari lima bersaudara dan hanya .dia yang masih bersekolah karena
saudara-saudaranya telah menikah dan memiliki anak. Budhi masih larut dalam
mimpi-mimpinya. Pisang goreng dan berbagai macam biskuit serta seduhan kopi panas telah siap
di ruang tamu rumah Budhi. Rungan yang sudah telihat sempit karena beberapa karung padi yang tertumpuk rapi di
bagian barat ruangan di belakan kursi yang biasa digunakan keluarga dan
orang-orang yang datang untuk bertamu.
Budhi yang masih terlelap dalam
tidurnya di kamar yang berukuran empat kali empat meter. Di luar sana udara
masih terasa dingin. Bulanpun tidak mau ketinggalan memperindah suasana. Budhi
dibangunkan oleh ibunya dengan penuh kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya.
“Budhi bangun nak, shalat subuh
dulu”. Sambil mengusap rambut Budhi iya menunjukkan betapa sayangnya ia kepada
Budhi.
“Iya Bu” Budhi menjawab dengan suara
yang masih terdengar serak.
Budhi terbangun dari tempat tidur
dengan selimut yang masih melilit tubuhnya. Budhi menuju wc untuk segera
membasuh muka dan mengambil air wudhu.
-o0o-
09:15 Budhi masih berdiam diri di
rumah, di temani sepiring dodol buatan ibunya dan segelas jus yang dibuatnya
sendiri yang di letakkannya tepat di samping kanan Budhi. Seraya menikmati
dodol dan minumannya ia menyalaka televisi yang berada di ruang keluarga,
televisi berukuran 21 inc yang berada di utara ruangan yang berukuran 4x6 meter
itu. Budhi menyaksikan tayangan fovoritnya, yaitu spotlite yang ada di trans 7,
tayangan yang menyajikan banyak hal dan menambah wawasan kita.
Budhi tidak hanya menyaksikan
spotlite saja, tapi dia sesekali mencari sinetron di stasiun tv lain. Budhi
sibuk mengotak-atik remot yang di pegangnya untuk memindahkan channel satu ke
channel yang lain hingga kembali lagi ke channel sebelumnya. Dalam kesibukan
Budhi mengotak atik remote ia mendengar suara “twing twing twing” suara yang
berasal dari handphone yang di letakka di atas meja makan. tanda pesan masuk.
Budhi kemudian melihat pemberitahuan di layar hapenya 1 pesan dari Renaldy.
Budhi menekan tombol ok untuk membuka apa isi
pesan dari Renaldy
“kamu
ke rumah ya jalan-jalan”. Budhi di ajak oleh Renaldy teman SMAnya untuk
bersilatuhrahmi kerumahnya. Kini Budhi dilematis dia harus menjawab iya atau
tidak karen di lain sisi tenaganya juga dibutuhkan oleh orangtuanya untuk
bantu-bantu di rumah. Tapi ia juga tidak ingin mengecewakan temannya itu karena
mereka tidak akan bertemu lagi untuk 1 tahun kedepan dan tidak ingi dikatakan
sebagai teman yang sombong. Budhi terdian sejenak duduk di atas kursi yang
terbuat dari pelastik dengan lengan yang melilit kedua tumpuan betisnya sambil
menengadahkan kepala ke langit-langit dan pandangannya hanya terfokus pada satu
titik di sebuah lampu neon yang bemerek philips, untuk berpikir bagaimana cara
agar ia tidak mengecewakan keduanya.
Kini pikirannya mengarungi ruang-ruang waktu,
untuk menentukan mana yang harus dia pilih. Budhi lama terdiam dan akhirnya ia
memutuskan untuk memilih ibunya karena ia tidak ingin dicap sebagai anak
pembangkan terhadap orangtua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar