Selasa, 07 Juni 2011

Renungan-Renungan Akhir Tahun

Dipenghujung malam tahun baru, tepatnya Jum’at 31 Desember 2010 pukul 22.00 WIB, ruas jalan menuju Malioboro dan sekitarnya telah dipadati oleh masyarakat Yogyakarta yang ingin menikmati prosesi terjadinya pergantian tahun tersebut. Tidak hanya dari kalangan orang dewasa, orang tua, bahkan dari kalangan anak-anak pun berlimpah ruah di jalan-jalan. Mereka datang dari segala penjuru dan menggunakan berbagai jenis kendaraan baik itu, mobil, sepeda motor hingga sepeda Ontel pun turut mewarnai prosesi malam pergantian tahun tersebut. Harapan demi harapan tersimpan dalam benak masyarakat. Namun pastinya, sebuah harapan yang sangat besar dan keinginan datangnya sebuah keajaiban yang turun dari langit mewarnai tahun berikutnya (2011) dan menghapus segala penderitaan yang telah terjadi ditahun-tahun sebelumnya.

Ketika kita sedikit flashback ditahun 2010, permasalahan demi permasalahan melanda bangsa ini. Mulai dari bencana alam, seperti banjir di Wasior Papua, Gempa Bumi dan Tsunami di Mentawai, Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta, letusan Gunung Bromo di Jawa Timur dan yang lainnya hingga bencana yang paling mengerikan yakni hilanganya moralitas dan akhlak oleh para pengambil kebijakan yang mengatasnamakan rakyat demi mendapatkan keuntungan. Hilangnya moralitas pemimpin bangsa kita dapat dilihat dari kasus, Bank Century, Mafia Pajak, Komisi Pemberantasan Korupsi, (KPK), Rancangan pengesahan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta dan masih banyak lagi kasus lainnya. Dan ironisnya semua dari kasus ini, hingga saat ini belum juga mendapat kejelasan.


Anehnya, semua kasus mafia kejahatan yang terjadi itu dilakukan oleh mereka yang berpendidikan tinggi yang paham akan kebaikan dan keburukan dan dihadapan Allah seharusnya mereka diangkat derajatnya karena pendidikannya. Harusnya merekalah yang menjadi panutan dan contoh oleh masyarakat dalam bertingkahlaku. Namun sayangnya nilai-nilai yang mereka terapkan dihadapan masyarakat hanyalah sebuah kehinaan dan pengkhiatan. Masyarakat telah terkhianati oleh ulah mereka. Segala harapan dan impian untuk masyarakat kearah yang lebih baik menjadi sirna itu kerena ulah orang-orang yang mengklaim dirinya berpendidikan.

Artinya bahwa ada yang salah dari sistem pendidikan kita. Ketika kita melihat lebih jauh kedalam sistem pendidikan kita, banyak hal yang sudah tidak sewajarnya. Pendidikan saat ini hanya dijadikan alat untuk mendapatkan keuntungan. Bahkan seringkali dijadikan sebagai ajang bisnis dan bahkan pendidikan tidak segang-segang mendidik masyarakat berpikir fragmatisme. (meminjam istilahnya Ahmad Sahide dalam bukunya “Kebebasan dan Moralitas”). Ia mencontohkan perilaku artis kita saat ini (penulis: yang merupakan cerminan sosial dari masyarakat) yang membangun pola berpikir yang pragmatis. Ia melihat bahwa orientasi mereka sudah bukan lagi bagaimana merubah perilaku dan pola berpikir dari yang negative ke yang posistif, dari yang tidak bermoral menuju ke cara berpikir yang mencerahkan melainkan pendidikan adalah materi itu sendiri.

Oleh karena itu, jiwa dan giroh pendidikan harus kembali dibangun. Perlihatkan kepada mereka (yang memahami pendidikan sebagai pragmatisme) bahwa konsep pendidikan yang mereka anut adalah konsep yang tidak pantas untuk ditiru oleh masyarakat kita. Mari menjadikan pendidikan kita yang mendidik masyarakat sebagai manusia Nabi bukan manusia karir meminjam istilah dari Muhidin M. Dahlan yang dikutip dari buku “Kebebasan dan Moralitas”. Karena dengan pendidikan yang baguslah kita bisa menggapai harapan menuju kearah yang lebih baik. Melalui momen tahun baru ini, mari kita bersihkan hati dan luruskan niat untuk membangun bangsa kearah yang lebih baik dan menghiasi diri dengan hal-hal yang positif.


Yogyakarta, 1 Januari 2011
Rezki Satris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar