Cobaan demi cobaan sedang dihadapkan pada bangsa yang merdeka pada tanggal 17 agustus tahun 1945 dan banyak hal yang terjadi pada bangsa yang berazaskan Pancasila ini yang sampai sekarang masih menjunjung tinggi asaz tersebut, mulai dari rezim yang pertama yaitu Presiden Soekarno atau seringkali dipanggil Bung Karno kemudian di era demokrasi terpimpin yang dipimpin oleh bapak pembangunan kita yaitu presiden Soeharto hingga sampai sekarang di era reformasi yang dinanti nantikan oleh seluruh masyarakat indonesia. Dimulai dengan tragedi 1998 yang menggemparkan bangsa ini dimana chaos (kekacauan) saat itu benar benar terjadi serentak hampir di seluruh daerah di indonesia dan memberikan efek traumatis pada pemerintahan dan masyarakat saat itu. Perjuangan seluruh elemen masyarakat, aktivis dan dari kaum pelajar yang menentang kepemimpinan Soeharto dan kemauan untuk membawa kembali nilai-nilai demokrasi yang sebelumnya sudah tidak murni lagi. Dengan terkuaknya kasus korupsi yang melibatkan kepala pemerintahan Soeharto, masyarakat mulai didera trauma yang begitu hebat sehingga hilangnya kepercayaan masyarakat akan pemerintah.
Masalah eksternal maupun internal masih mengiringi perjalanan SBY yang dipercayakan masyarakat indonesia untuk memimpin bangsa ini yang kedua kalinya. Di akhir-akhir ini mencuat masalah internal yang diduga terkait dengan kepemerintahan SBY dan masih teringat di pikiran kita yaitu masalah bank century yang begitu heboh dan banyak menyita perhatian masyarakat di indonesia yang mana turut serta mengikuti pengungkapan dalang di balik semua itu, kemudian masalah eksternal dimana indonesia sedang diuji dengan negara yang kerap mengalami konflik dan sering memancing emosi masyarakat indonesia walaupun masih serumpun dengan negara kita, dimana diakhiri dengan perjanjian kinabalu walaupun tindakan tersebut masih tidak memuaskan masyarakat. Dan sekarang ini kredibilitas SBY mulai diuji lagi dengan pemilihan jaksa agung yang lama, Hendarman supandji dengan jaksa agung yang baru. Pro dan kontra memang acap kali tidak lepas dari setiap masalah-masalah yang menyangkut hajat hidup orang banyak apalagi pemilihan jaksa agung yang punya peran penting di kejaksaan agung dan berpengaruh bagi masyarakat. Kemudian seperti diketahui lembaga yang notabene juga sering ditimpa masalah khususnya masalah-masalah hukum di lembaga hukum tersebut. Lembaga yang mana sangat menjunjung tinggi supremasi hukum, namun juga terkait dengan masalah korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dan HAM.
Integritas dan kredibilitas jaksa agung yang lama, Hendarman Supandji menurun setelah banyaknya kasus yang terkuak di kejaksaan agung dari banyaknya makelar kasus (markus) di kejaksaan tinggi dan mafia kasus di aparat hukum sendiri (jaksa, hakim, dan kepolisian). Institusi hukum di indonesia memang banyak menyita perhatian banyak masyarakat di indonesia di kepolisian baru terngiang di telinga tentang rekening perwira gendut yang sampai sekarang belum ada titik terangnya kemudian kasus jaksa muda Cirus sinaga yang diduga memanipulasi hukum gayus sehingga meringankan hukuman bagi Gayus. Sebenarnya bila melihat fungsi awal dari lembaga peradilan di indonesia (kepolisian, kejaksaan dan pengadilan) adalah untuk menegakan hukum dan keadilan kemudian menjunjung tinggi supremasi hukum yang berlaku. Itu merupakan tugas yang mulia dimana mendapatkan amanah dan dipercaya masyarakat untuk mengemban tugas tersebut. Kita memang hidup di negara hukum dan kita harus hormat akan hukum yang berlaku sebagai bentuk konsekuensi sebagai warga indonesia yang baik.
Opini opini publik begitu juga aktivis dan pemerhati hukum tentang tanggapan calon yang dianggap cocok untuk duduk sebagai jaksa agung menggantikan jaksa agung yang lama hendraman supandji kini mulai banyak memberikan variasi warna bagi pemerintah dalam menyeleksi calon-calon yang dianggap pantas untuk membawa perubahan bagi kejaksaan tinggi khususnya. Dimana fit dan proper test juga dilakukan untuk menyeleksi calon-calon jaksa agung sudah menjadi syarat wajib dan ditambah beberapa syarat lain yang mendukung bagi peserta sehingga pantas untuk menduduki kursi jaksa agung. Munculnya isu-isu yang bermunculan dari publik menginginkan jaksa agung diambil dari jaksa non karier, tetapi ada juga berpendapat jaksa agung tetap diambil dari jaksa karier karena kredibilitasnya lebih terjamin dan punya bargaining position di ruang lingkup kejaksaan. Tapi tetap kembali kepada kepala pemerintahan bangsa ini yang punya wewenang untuk mengangkat dan menurunkan orang nomor satu di lembaga kejaksaan agung itu sendiri. Namun apa salahnya jika opini atau saran dari publik dapat menjadi referensi bagi kepala pemerintahan kita untuk berhati-hati dalam memilih serta menetukan siapa orang yang paling tepat untuk duduk di kursi jaksa agung. Orang yang benar-benar mampu menegemban tugas, amanah dan kepercayaan dari masyarakat sehingga publik tidak lagi dibuat kecewa akan isu-isu yang membuat perspektif masyarakat akan lembaga hukum di indonesia khususnya di kejaksaan agung hilang begitu saja. Coba kita bayangkan bila dampak distrust (ketidakpercayaan) masyarakat akan sangat berpengaruh akan prospect ke depan bangsa serta kedaulatan bangsa yang kita cintai ini. Bila kita semua menyadari akan hal itu maka akan tumbuh rasa nasionalisme di setiap individu dan menjadikan sebuah benteng bagi pengemban tugas negara khususnya untuk bekerja sesuai dengan amanah yang diembannya tanpa mementingkan individual interest (kepentingan sendiri) dan lebih kepada common interest (kepentingan umum).
Memang implementasi dari itu semua tak semudah apa yang dipikirkan oleh kita, tapi tidak salah bila kita memulai semua itu dari sekarang. Perubahan yang lebih positif telah dinantikan oleh bangsa yang dikenal dengan tipologi masyarakatnya yang ramah. Perubahan haruslah terjadi karena kondisi negara ini yang semakin terpuruk akan masalah-masalah eksternal maupun internal. Ini merupakan tanggung jawab bagi seluruh pemilik bangsa indonesia sebagai warga negara yang punya andil dalam berpartisipasi mengkontrol pemerintah serta mengawasi segala bentuk penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mengkontrol bukan bermaksud membatasi atau tidak percaya dengan instasi-instasi hukum yang ada, melainkan bentuk kepedulian publik akan kinerja pemerintahan dan diharapkan semangat ini harus kita lestarikan terus menerus. Adanya lembaga-lembaga LSM kemudian aktivis-aktivis lainya bisa memberikan kontrol yang lebih dan bisa memantau kinerja pemerintah khususnya agar jujur dan profesional dalam menjalankan tugas. Apalagi dengan adanya fit and proper test kemudian adanya lembaga pemerintah seperti KPK juga tidak memberikan jaminan bagi seseorang untuk bekerja secara jujur dan profesional dan ternyata itu terbukti sampai sekarang. Namun, semua usaha itu harus kita hargai tetapi alternatif lain yang bisa dilakukan sekarang hanya bagaimana bekerja bersama-sama ikut berpartisipasi dalam mengkontrol kinerja pemerintahan saat ini. Walaupun seperti itu kepercayaan harus kita utamakan terlebih dahulu kepada institusi-institusi hukum yang kita cintai ini. Jangan hanya melihat sisi negatif tetapi juga sisi positifnya juga agar bisa berjalan bersama-sama untuk melakukan perubahan yang lebih positif terutama perubahan di lembaga-lembaga hukum khususnya kejaksaan kemudian berpengaruh terhadap perubahan bagi bangsa ini.
Yogyakarta, 9 Januari 2011
By: Nanang Qosim Ali H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar