Selasa, 07 Juni 2011

Kelakuan Ini Kelakuanmu

Mencoba mengurai makna dari arti tulisan penulis. Coba pembaca pahami dari tulisan penulis ini. Mungkin sekiranya tak bermakna ketika pembaca tidak memaknai arti yang sekiranya tak tertipikirkan. Kelakuanku ini kelakuanmu, sebuah tulisan sederhana dengan alur makna yang dalam ketika di urai.

Membedah Makna

            Keluakuanku ini kelakuanmu adalah sebuah simbol dari buah perbuatan yang kita lakukan.  Atau lebih di paham dengan apa yang di sebut itu ‘karma’ balasan yang kita tuai ketika kita melakukan sebuah perbuatan yang mengakibat terjadinya suatu hal. Baik itu perbuatan baik atau perbuatan buruk. Mungkin akan lebih pas ketika penulis memberikan sebuah contoh kecil yang sering kita dengarkan dari mulut orang tua kita, berbuatlah baik nak kelak engkau akan mendapat balasan yang baik pula, janganlah engkau berbuat jahat kelak engkau akan terkena balasan jahat pula. Teori sederhana namun sakral akan makna tak berbeda jauh dengan teori kelakuanmu ini kelakuanmu, ini yang coba di bedah oleh penulis.
Penulis coba mengkaitkan dengan dinamika politik yang akhir-akhir ini kacau. Kelakuan kita jelas mempengaruhi dinamika politik ini, dengan bercermin pada kelakuan sehari-sehari yang kita lakukan. Rakyat Indonesia sudah terlalu lelah dengan susahnya beban hidup yang sehari-hari mereka pikul. Sandang, pangan, papan terlalu susah mereka dapat dan mereka raih. Kebijakan pemerintah Indonesia di patok pada perekonomian barat yang sudah lebih maju. Kecenderungan tolak ukur ini membuat sistem perekonomian kita mempecepat langkah-langkah pembangunan untuk maju.
             Mengakibatkan terkikisnya moral untuk mengapai segala suatu guna memenuhi kebutuhan kehidupan elit politis. Akibatnya mereka yang miskinpun lambat laun mengikuti cara-cara yang dihalalkan kaum elit politis yang sebenarnya kurang pas, dikarenakan tingkah lakunya yang kacau. Kolosi, koropsi, nepotisme sebuah kebiasaan yang sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari dan memperoleh kesenangan semu yang belum pantas,atau tidak layak di lakukan. Tapi alangkah sempitnya pemikiran kita ketika menyalahkan, atau memposisikan pemerintah sebgai penyebab semua ini. Anak-anak didik kita, atau penerus generasi kita dicekoki dengan berbagai pendidikan yang befungsi menjadi kaki tangan penerus politik kotor. Jurusan hukum tepatnya, ya adik-adik kita di jurusan hukum misalnya yang terus didoktrin KUH Pidana sebagai contoh simple. Belum matangnya KUH Pidana Indonesia sebagai adopsi dari Hukum Belanda yang jelas diterapkan semasa penjajahan kolinalisme masih dipakai guna memberikan efek jera bagi pelanggar kejahatan.
            Apalagi KUH Pidana terkadang bentrok dengan UUD Dasar 45 sebagai tatanan landasan hukum tertinggi di Indonesia implikasi UUD 45 yang lebih menyerukan kepentingan rakyat sebagai tolak ukur dan pemerintah sebagai penanggung jawabnya sangat berbeda dengan UU Pidana yang sangsi hukuman nya jelas tak terkecuali tanpa ada alasan bagi pelanggar pidana. Lalu bagaimana dengan pelaku Tindak Pidana pencurian yang melakukan pencurian sebuah kokoa demi kelangsungan hidupnya ?. Dan apakah dokter / rumah sakit yang menolak pasien yang sakit hingga akhirnya ia mati hanya karena pasien tersebut miskin dan tidak ada dana. Jelas sangat aneh apabila sangsi tindak pidana tersebut di adakan bagi sipencuri kokoa dan lebih aneh lagi apabila pihak pihak rumah sakit tidak dikenai sangsi kerena memgakibatkan kematian. Belum lagi seorang maling ayam yang sama hukumannya dengan koroptor yang mencuri uang negara milyaran.
            Ketika belum matangnya sistem hukum kita tetapi di jadikan sebuah landasan teori pada mata kuliah Hukum. Jelas sangat riskan sekali dampak negatifnya, tapi akan menjadi pertanyaan hebat buat penulis sendiri dan bagi pembaca khususnya. Kenapa kita tidak mempermasalahkan sebuah permasalahan ini?ataukah kita coba tak melihat, tak mendengar dari apa yang semestinya terjadi!!!. Dan inilah fakta kelakuanku / kelakuan kita dalam kehidupan kita. Dan akan menjadi kelakuanmu karena kamu dan aku tidak pernah mempermasalahkan sebuah hal yang negatif, melaikan sebuah kebiasaan untuk dilakukan nantinya.


By: Arki Aninditya
Yogyakarta, 9 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar