“Hiruk pikuk” yang melanda Kota Yogyakarta beberapa bulan terakhir ini karena persoalan politik (budaya sekaligus), cukup menyita perhatian kita. “Kasus” RUU Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta membuat mata masyarakat Kota Yogyakarta khususnya, tertuju pada hal yang membuat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DIY “renggang” ini. Unjuk rasa masyarakat DIY 13 Desember 2010 dan Kirab Budaya 5 Januari 2011 adalah dua momen yang menyadarkan akan kebersamaan bagi masyarkat Yogyakarta. Bahkan, tidak hanya masyarakat Yogyakarta, tetapi masyarakat luar DIY yang menetap di sini pun juga ikut bahu membahu memperjuangkan apa yang diinginkan oleh masyarakat DIY ini.
Banyak kalangan termasuk mahasiswa ikut turun ke jalan hingga diskusi-diskusi di ruang publik terkait RUU Keistimewaan DIY ini. Bagi mahasiswa, hanya itu yang bisa dilakukan, lebih dari itu tidak, karena yang menyuarakan kepentingan masyarakat DIY sudah ada DPRD dan DPD yang, tentunya lebih efektif. Peribahasa di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung sungguh tepat dialamatkan kepada mahasiswa yang ada di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Selama ini mahasiswa selalu peduli dengan kasus-kasus yang ada di tengah-tengah masyarakat DIY. Kasus pasir besi di Kulonprogo juga tidak bisa lepas dari mahasiswa. Bersama LSM, dan kalangan terkait lainnya, mahasiswa ikut menyuarakan dan mengadvokasi kepentingan masyarakat Kulonprogo yang merasa dirugikan oleh rencana penambangan pasir besi tersebut.
Yogyakarta adalah kota yang “indah” bagi mahasiswa. Status Kota Yogyakarta sebagai Kota Pelajar membuat mahasiswa betah dalam proses pengembangan potensi mereka masing-masing, karena dengan status Kota Pelajar tersebut pulalah yang mendukung tersedianya segala keperluan mahasiswa. Mengapa dikatakan “indah”? Karena semua yang dibutuhkan oleh mahasiswa tersedia di sini: kampus, buku, berbagai komunitas, mal, kafe, dan hal-hal yang berkaitan dengan dunia mahasiswa lainnya. Dengan kata lain, akses para mahasiswa terhadap apa yang mereka butuhkan tersedia dan muda memperolehnya.
Tersedianya berbagai fasilitas di Kota Yogyakarta merupakan berkah bagi mahasiswa untuk mengembangkan disiplin ilmu masing-masing. Pergulatan mahasiswa dengan berbagai buku bacaan tidak bisa dimungkiri adalah faktor yang membentuk cara memandangi kehidupan di masa depan. Referensi buku yang cukup bervarian dibanding kota-kota lainnya di Indonesia, menjadikan para mahasiswa tertempa selama mengikuti proses perkuliahan di Kota Yogyakarta. Hal ini bisa menjadi bekal bagi mereka menjalani kehidupan di masa depan yang, tantangannya tentunya sangat berat.
Kota Yogyakarta selama ini menjadi magnet bagi para pelajar (mahasiswa) seantero Indonesia. Bahkan dari Jakarta pun yang notabene mempunyai beberapa kampus unggulan seperti UI, UIN Syarif Hidayatullah misalnya, dan akses informasi (buku, media massa, internet) yang begitu mudah karena faktor Jakarta sebagai ibukota RI, tetap saja anak-anak Jakarta berbondong-bondong untuk menuntut ilmu di Kota Yogyakarta. Memang ada kelebihan Yogyakarta dibandingkan Jakarta, yakni dari sisi kenyamanan lingkungan dan tersedianya beragam kampus. Kita semua mahfum dengan Jakarta yang setiap hari mengalami kemacetan, sedangkan Yogyakarta walaupun di beberapa tempat juga mengalami kemacetan, namun belum separah Jakarta. Selain itu, Yogyakarta menyediakan pilihan dengan ratusan kampus yang tersedia.
Yogyakarta akan tetap indah sekaligus nyaman bagi mahasiswa, sesuai dengan mottonya (Jogja berhati nyaman) meskipun ada tarik menarik kepentingan antara Pemerintah Pusat dan DIY terkait RUU Keistimewaan. Mahasiswa selama ini sudah relatif dimanjakan dengan segala fasilitas yang ada di kota yang pernah menjadi Ibukota RI pada tahun 1946 ini. Bagi yang tidak peduli dengan persoalan politik, cukup mengunjungi kafe, atau bagi sebagian mahasiswa pergi ke mal berbelanja atau menonton film saja. Bagi yang peduli, mereka bisa mendiskusikannya di kafe-kafe, ruang kuliah, dan berbagai ruang publik lainnya. Ada juga mahasiswa yang menuliskannya di berbagai media massa yang ada, media sosial seperti Facebook atau cukup bersms ria dengan sesama teman “mempergunjingkan” hal tersebut.
Indahnya jogja! Inilah yang kita rasakan selama ini. Kita berharap ke depannya hal ini tetap bertahan sebagaimana Yogyakarta yang sesungguhnya, yaitu Yogyakarta yang memberikan keasyikan hidup bagi mahasiswa. Meskipun ada rintangan misalnya terkait perkelahian pelajar, seks bebas, perilaku pengendara yang tidak disiplin di jalanan, dan dunia politik yang “mengganggu” belakangan ini, kita selalu menginginkan Kota Yogyakarta damai, nyaman, seperti apa yang digambarkan para seniman dalam karya-karya mereka, yang pernah merasakan atmosfer kota ini.
Jadi, kita sebagai mahasiswa cukup menjalankan saja aktivitas rutin kita selama ini, yakni kuliah, berorganisasi, berdiskusi, mengadvokasi masyarakat, sambil menciptakan hal-hal yang positif bagi perkembangan Kota Yogyakarta menuju kota yang penuh dengan nilai-nilai. Nilai-nilai yang akan membawa kita menuju mahasiswa yang berilmu, dan dengan ilmu tersebut bisa membawa bangsa ini lepas dari berbagai masalah yang ada seperti kemiskinan, kebodohan, korupsi, dan lain sebagainya. Semoga!!
Yogyakarta, 9 Januari 2011
By: Darwin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar