Senin, 02 Juni 2014

SELIMUT TETANGGA



Retinaku nanar memandang cakrawala
Nampak genangan sungai kecil di pelupuk lensa
Teringat dawai asmara nan membabi buta
Cinta bersahaja di ambang nestapa
Kala langkah tak bisa menyatukan dua sukma
Tinggal kepercayaan hati yang menggelora
Lantas kenapa tuduhan keji selalu terlontarkan?
Sementara aku masih memangku keindahan
Selalu kujunjung arti kesetiaan
Tak pernah merintihkan kekecewaan
Dan bumi terus berputar
Seiring terik mentari yang terus berpijar
Begitulah rasaku untukmu
Kau bukan sejuta bintang yang mengendar di langit biru
Tapi bagiku kau adalah mentari yang selalu menyinari
Dan menunggumu pergi, bagaikan menunggu sinarnya terhenti
                        Kasih, jarak memang memisahkan langkah kita
                        Namun rasa cinta kita tetap bersahaja
                        Kala raga tak bisa bertatap muka
                         Biarlah sukma yang saling menuturkan cerita
                         Merindu nada-nada penggetar dawai asmara
                        Atau tentang kebersamaan kita kala senja
                         Di mana hati saling berpaut mewarnai cinta
                         Di sini kujaga separuh cinta kita berdua
                         Kehangatan tubuhku selalu karena mengingatmu, cinta
                        Bukan karena kehangatan selimut milik tetangga
                     Tenanglah, hanya kau yang memiliki hati ini
                     Dan kau pula yang hanya mampu membuka isinya dengan cinta sejati
                    Sungguh kataku tiada dusta
                    Aku tak pernah berpikir untuk tidur mesrah menggunakan selimut tetangga
                     Mencumbu denting waktu, tuk habiskan asmara bersamanya
                    Percayalah tiada keraguan di sukmaku
                    Cintaku hanya bersujud di kalbumu
                    Apa pun senantiasa kuperjuangkan untuk menjaga hatimu
                    Berpaling darimu adalah hal terkeji dalam hidupku
                    Bagaimana aku bisa menodai ketulusan cintamu kepadaku
                     Yang telah kita rintis sejak dulu
                    Aku lebih hina dari babi, jika itu terjadi
                    Kasihku, percayalah, tiada keraguan lagi
                    Aku sangat mencintaimu,
                    Tiada hal yang indah melebihi dirimu
                     Hapuslah air mata curigamu
                     Karena sama sekali tak pernah aku bermimpi dengan selimut tetanggaku
                     Aku akan selalu setia di pelukanmu
                    Oh, kasihku yang berada di ujung cakrawala
                    Lelaplah kau bersama asmara
                    Hapuslah keraguan sukma
                     Tunggulah aku kembali membingkiskan sejuta cerita asmara. 

By Titin Widyawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar