Kidung Nagari Dewata
daun- duan mengering, lalu berjatuhan
disambut tanah, yang kering jua bahkan
terbelah
rumput, ilalang menguning keras lalu
rontok
teratai yang yang bermekaran kini
hilang indahnya
sungai mengering, lalu ikan menghilang
ketika aku baru terjaga, dari maboknya harum kepalsuan
aku melihatndengan telanjang, senyum itu berubah menjadi kebengisan
aih aih apa itu? Suku, ras, bangsa, negara? Apapula itu masyarakat? Dan
apa itu rakyat
siapa yang membuat semua istilah itu? Aih ema, anakmu bingung ema
belum hilang kebingunganku, kini muncul lagi istilah rat atau derajat.
Bisa juga disebut kasta
Tuhan akau bertanya padamu, tapai
ngakau membisu
ngakau angkuh dengan singgasanahmu
itulah Raja yang mengaku titisan Batara
Wisnu, pentu benar dan salah
anugerahatau hukuman
sudah muak aku akan kebeneran semu, yang tanpa landasan logika
darai masa lalu sampai sekarang sama saja, hanya berganti raga namun
jiwa tetap sama
dari jaman Aji Saka sampai jaman Sibuyan, yah mereka yang menjadi
tersangka
bergaya bak Dewa yang tak tersentuh benda pusaka
masih segara dalam ingatan, deangan
keangkuhan dan ambisinya Gajah Mada
mereka sebutnpahlawan namun taklain
adalah pembantai
yah pembantai rombongan, sang penganten
permpuan.
Yah penganten rajanya sendiri, calon
Permasuari rajanya.
Lupaningatan ia, atau sudah butakah ia akan kenyataan sejati
bahwa Sanggrama Wijaya, kake dari rajanya iyalah putra sunda
yah putra raja sunda, raja yang dulu meninggal muda
raja demak yang pertama
mengatasnamakan, Agama dan Tuhan.
Bergelar Sultan nama lian raja namun
sejatinya sama saja
ia rontokan kekuasaan dari raja, yang
ia sebut ayahhanda
lanjut Tronggono menghilangkan nafas calon sultan
yang ia sebut kanda.
Sutawijaya mencongkel tahta dari yang mengangkatnya anak.
Lalu memberikan gealar pangeran,
lalu ia menganugerahi dirinya dengan sebutan Panembahan Senopati
Ki Ageng mangir muda taklain Purbaya,
ia hilangkan demi tanah mangir
memang ambisi menantu sendiri rela
dihabisi
wahai kalin para raja, ingin terus bertahta
halalkan segala cara, agar bis terus bermahkota
yang takberdarah mati
yang kekurangan darah lemah
hanya yang berlumuran darah saja perkasa
dan hanya silemah yang berkubangan air mata
Rindu akan bulu buah dada mu
kuadukan rindu pada harum kelopak
teratai
kuhelkan getirnya rindu pada udara
kehampaan
di atas danau kerinduan terbayang samar
lekuk tubuhmu
menari membangkitkan gairku untuk
mencumbuimu oh devitaku
bak laksana sang sukma kamajaya dan sukma kamaratih
bercumbu, mengaduk gairah menjadi samara kasih ditilamsari
kutarik nafas panjangku
bau harum dupa mengalun lembut menembus angin serembak harum surgaloka
hayalku semakin masuk lenyapkan raga sejatikan jiwa
lokanata mengalunkan gending keabadian
mengiringi kakawih serbu bidadari
dalam alunan tembang surgawi
duhai devitaku kini gairahku semakin
memburu
bersama tembang dan gending kau hampiri
gairahku
tubuhmu yang sintal kudekap dalam pelukan
kuhisap aroma tubuhmu berpadu bersama aroma surga
kukecup keningmu yang begitu bening, pipimu yang merona
bibirmu yang tipis berpadu kelembutan
bulu-bulu lembut yang tumbuh di buah
dadamu
ingin aku belai dalam kemesraan sang
Arjuna
kuremes pinggulmu yang pisik itu
berpaculah kita dalam gairah birahi
ah rindu deritamu begitu tiada akhir
Devitaku qidam dirimu dalam diriku
dahulu kita satu dalam suatu rasa
seperti cabai dan tomat satu dalam
cobek
walau terkadang riasu membelenggu rasa
namun muklisku berkumandang daim
walaupun lambaian sayung amat menggoda
walakin kasihku daim terhadapmu
catur purnama sudah kau dan aku memadu kasih
dalam bingkai janji abadi
aku kira kasihmu abadi namun ia pergi
diburu sayung
kini tinggal aku seorang diri
dihempaskan kegetiran didekap nestafa
engkau perawan di bulan purnama
anugerah Batra Wisnu untuk para perjaka
kukekalkan engkau dalam rasa
daim dalam keabadian
setengah windu sudah aku didekap gulana
dicabit-cabit kemasygulan
takterkira berpa madah tealah terurai
melukiskan belenggu nestafa akan dirimu
walkin dirimu bersorak memadu kasih bersama yang lain
meluputkan rasa akan diriku.
untukmu yang tak pernah ada
lalu ada untuk membatinkan
dan kembali tiada untuk menyasap
devitaku qadim dirimu dalam diriku
Minggu, 22 Juni 2014
markas pena dewata
SUMAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar