Menanti Halaman
Berikut Cerita Anas
Ahmad Sahide
Anas
Urbaningrum akhirnya menjadi tersangka dalam kasus korupsi Hambalang di mana
ceritanya dimulai dari Muhammad Nazaruddin yang ‘bernyanyi’ dengan irama
keterlibatan Anas Urbaningrum sebagai sosok ‘yang paling tahu’ skenario kasus
tersebut. Anas berkali-kali membantah akan keterlibatannya dalam kasus
tersebut. Ia menuduh mantan Bendahara Umumnya itu telah berhalusinasi. Bahkan
Anas sempat mengeluarkan statemen politik yang cukup menarik, sekaligus berani,
perhatian publik yang bersedia digantung di Monas jika terbukti korupsi
serupiah pun.
Jum’at tengah malam, 22 Februari
2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui juru bicaranya Johan Budi SP,
telah mengumumkan status Anas sebagai tersangka dalam kasus korupsi Hambalang
yang telah menjerat beberapa petinggi Demokrat; dimulai dari M. Nazaruddin
(mantan Bendahara Umum), Angelina Sondakh, dan Andi Alifian Mallarangeng
(mantan Menpora dan Sekretaris Dewan Pertimbangan Partai Demokrat). Penetapan
Anas sebagai tersangka dalam kasus ini memang ditunggu oleh publik secara luas,
tetapi juga mengejutkan tentunya.
Penetapan dirinya sebagai tersangka ditunggu sebab publik meyakini
bahwa Anas adalah aktor utama dalam kasus korupsi Hambalang tersebut mengingat
dirinya waktu itu adalah Ketua Umum Partai Demokrat. Anas adalah ‘Bos Besar”
dalam istilah M. Nazaruddin. Oleh karena itu, agak janggal kiranya jika
Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Andi Alifian Mallarangeng tersangka,
sementara Anas bebas dari jeratan hukum. Bagaimanapun juga, ini adalah korupsi
bersama. Dan mengejutkan karena Anas dilihat terlalu kuat ‘jaringan pilitiknya’
untuk dijadikan tersangka oleh KPK. Sudah tertanam di benak publik bahwa Anas
adalah pemeran penting dalam proyek korupsi Hambalang tersebut, tetapi juga
tertanam di benak publik bahwa Anas sangat lihai bermain untuk jauh dari
kejaran hukum KPK. Dan pernyataan Anas bahwa dirinya siap digantung di Monas
jika terbukti korupsi dalam proyek Hambalang tersirat adanya kepercayaan diri
Anas bahwa dirinya bisa ‘mengatur ritme nyanyian Nazaruddin’ dan KPK sulit
menjeratnya. Anas rupanya keliru, ada irama yang tidak mampu ia kontrol.
Dirinya pun menjadi tersangka dan harus mundur dari jabatan bergengsinya
sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (PD).
Bahasa perlawanan Anas
Dalam pidato politiknya, Anas
Urbaningrum mengatakan bahwa penetapan dirinya tidak bisa dilihat terpisah dari
konferensi pers Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), selaku Ketua Dewan
Pembina dan Ketua Majelis Tinggi partai, di Puri Cikeas pada tanggal 9 Februari
2013, juga bertepatan dengan Jum’at tengah malam. Hari yang sama dengan
penetapan dirinya sebagai tersangka. Dalam konferensi pers tersebut, Anas
diminta oleh SBY untuk fokus menghadapi proses hukumnya dengan KPK. Juga bocornya
surat perintah penyidikan (sprindik) KPK diyakini oleh Anas sebagai satu
rangkaian yang utuh dan terkait sangat erat (Kompas, 24/02/2013).
Jika mencermati statemen-statemen
dari Anas ini, juga dengan utuh, maka Anas sebenarnya secara tersirat menuding
adanya peran SBY yang sangat besar dalam penetapan dirinya tersebut. Terlepas
dari adanya bisikan-bisikan politik, ‘politik Sengkuni’ dalam bahasa Anas.
Tidak heran, media lalu gencar memberitakan perlawanan Anas kepada SBY dan
statemen Anas bahwa ini baru halaman pertama adalah bahasa perlawanan dan
ancaman Anas kepada SBY. SBY sudah pasti menangkap pesan yang sangat jelas
tersirat tersebut sebab Anas melakukan perlawanan dengan bahasa politik SBY.
SBY meminta Anas mundur dari jabatannya sebagai ketua umum secara tersirat,
yaitu dengan meminta Anas Urbaningrum fokus menghadapi kasus hukumnya di KPK.
Bahasa politik SBY ini digunakan oleh Anas untuk meneror Cikeas. Pernyataan
dari Anas bahwa ini (penetapan dirinya) baru pada halaman pertama dapat
dimaknai bahwa Anas akan membongkar kasus yang lebih besar.
Halaman pertama adalah pengantar,
latar belakang masalah; bukanlah inti cerita yang akan tersampaikan. Oleh
karena itu, jika penetapan seorang ketua umum yang sekaligus wakil ketua
mejelis tinggi di Demokrat adalah cerita di halaman pertama, maka halaman
berikutnya, ‘kajian korupsinya’, akan lebih dalam lagi. Sementara sosok yang
lebih tinggi di Demokrat dari Anas, sebelum mundur, adalah SBY. Di sini sudah
sangat jelas tersirat bahwa cerita dari halaman berikutnya itu adalah SBY. Dan
pembahasan pada halaman berikutnya tentu adalah inti. Dan jika pembahasannya
adalah kasus korupsi, maka aktor yang lebih menentukan (inti) dari kasus
korupsi yang menjerat banyak petinggi Demokrat selama ini adalah SBY. Anas sebetulnya
meminjam bahasa politik SBY untuk menyerang balik tuannya itu.
Sepertinya belum terhapus dari memori publik misteri kasus Bank Century
yang disebut-sebut melibatkan SBY. Barangkali ini akan menjadi bagian dari
cerita korupsi pada halaman berikutnya yang dikatakan oleh Anas Urbaningrum.
Pertanyaannya adalah sanggupkah Anas menyelesaikan cerita pada halaman-halaman
berikutnya? Jika tidak, maka publik hanya akan membaca suatu cerita yang tak
kunjung selesai. Indonesia pun akan tercatat sebagai negara yang selalu
menyimpan sejarah yang terletak pada ruang-ruang misteri. Kita bukannya
melupakan sejarah, sebagaimana telah diingatkan oleh Bung Karno, tetapi kita
tidak menemukan sejarah. Semoga Anas mampu menyelesaikan cerita ini secara utuh
sehingga tidak ada lagi misteri sebagai sejarah yang diwariskan untuk generasi
berikutnya!
Ahmad Sahide
Mahasiswa Program Doktor
Agama dan Lintas Budaya
Minat Kajian Timur Tengah
Sekolah Pascsarjana, UGM
Yogyakarta, 1 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar