Minggu, 17 Maret 2013

Menanti Halaman Berikut Cerita Anas

Menanti Halaman Berikut Cerita Anas
Ahmad Sahide

            Anas Urbaningrum akhirnya menjadi tersangka dalam kasus korupsi Hambalang di mana ceritanya dimulai dari Muhammad Nazaruddin yang ‘bernyanyi’ dengan irama keterlibatan Anas Urbaningrum sebagai sosok ‘yang paling tahu’ skenario kasus tersebut. Anas berkali-kali membantah akan keterlibatannya dalam kasus tersebut. Ia menuduh mantan Bendahara Umumnya itu telah berhalusinasi. Bahkan Anas sempat mengeluarkan statemen politik yang cukup menarik, sekaligus berani, perhatian publik yang bersedia digantung di Monas jika terbukti korupsi serupiah pun.
            Jum’at tengah malam, 22 Februari 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui juru bicaranya Johan Budi SP, telah mengumumkan status Anas sebagai tersangka dalam kasus korupsi Hambalang yang telah menjerat beberapa petinggi Demokrat; dimulai dari M. Nazaruddin (mantan Bendahara Umum), Angelina Sondakh, dan Andi Alifian Mallarangeng (mantan Menpora dan Sekretaris Dewan Pertimbangan Partai Demokrat). Penetapan Anas sebagai tersangka dalam kasus ini memang ditunggu oleh publik secara luas, tetapi juga mengejutkan tentunya.
Penetapan dirinya sebagai tersangka ditunggu sebab publik meyakini bahwa Anas adalah aktor utama dalam kasus korupsi Hambalang tersebut mengingat dirinya waktu itu adalah Ketua Umum Partai Demokrat. Anas adalah ‘Bos Besar” dalam istilah M. Nazaruddin. Oleh karena itu, agak janggal kiranya jika Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Andi Alifian Mallarangeng tersangka, sementara Anas bebas dari jeratan hukum. Bagaimanapun juga, ini adalah korupsi bersama. Dan mengejutkan karena Anas dilihat terlalu kuat ‘jaringan pilitiknya’ untuk dijadikan tersangka oleh KPK. Sudah tertanam di benak publik bahwa Anas adalah pemeran penting dalam proyek korupsi Hambalang tersebut, tetapi juga tertanam di benak publik bahwa Anas sangat lihai bermain untuk jauh dari kejaran hukum KPK. Dan pernyataan Anas bahwa dirinya siap digantung di Monas jika terbukti korupsi dalam proyek Hambalang tersirat adanya kepercayaan diri Anas bahwa dirinya bisa ‘mengatur ritme nyanyian Nazaruddin’ dan KPK sulit menjeratnya. Anas rupanya keliru, ada irama yang tidak mampu ia kontrol. Dirinya pun menjadi tersangka dan harus mundur dari jabatan bergengsinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (PD).

Bahasa perlawanan Anas

            Dalam pidato politiknya, Anas Urbaningrum mengatakan bahwa penetapan dirinya tidak bisa dilihat terpisah dari konferensi pers Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), selaku Ketua Dewan Pembina dan Ketua Majelis Tinggi partai, di Puri Cikeas pada tanggal 9 Februari 2013, juga bertepatan dengan Jum’at tengah malam. Hari yang sama dengan penetapan dirinya sebagai tersangka. Dalam konferensi pers tersebut, Anas diminta oleh SBY untuk fokus menghadapi proses hukumnya dengan KPK. Juga bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) KPK diyakini oleh Anas sebagai satu rangkaian yang utuh dan terkait sangat erat (Kompas, 24/02/2013).
            Jika mencermati statemen-statemen dari Anas ini, juga dengan utuh, maka Anas sebenarnya secara tersirat menuding adanya peran SBY yang sangat besar dalam penetapan dirinya tersebut. Terlepas dari adanya bisikan-bisikan politik, ‘politik Sengkuni’ dalam bahasa Anas. Tidak heran, media lalu gencar memberitakan perlawanan Anas kepada SBY dan statemen Anas bahwa ini baru halaman pertama adalah bahasa perlawanan dan ancaman Anas kepada SBY. SBY sudah pasti menangkap pesan yang sangat jelas tersirat tersebut sebab Anas melakukan perlawanan dengan bahasa politik SBY. SBY meminta Anas mundur dari jabatannya sebagai ketua umum secara tersirat, yaitu dengan meminta Anas Urbaningrum fokus menghadapi kasus hukumnya di KPK. Bahasa politik SBY ini digunakan oleh Anas untuk meneror Cikeas. Pernyataan dari Anas bahwa ini (penetapan dirinya) baru pada halaman pertama dapat dimaknai bahwa Anas akan membongkar kasus yang lebih besar.
            Halaman pertama adalah pengantar, latar belakang masalah; bukanlah inti cerita yang akan tersampaikan. Oleh karena itu, jika penetapan seorang ketua umum yang sekaligus wakil ketua mejelis tinggi di Demokrat adalah cerita di halaman pertama, maka halaman berikutnya, ‘kajian korupsinya’, akan lebih dalam lagi. Sementara sosok yang lebih tinggi di Demokrat dari Anas, sebelum mundur, adalah SBY. Di sini sudah sangat jelas tersirat bahwa cerita dari halaman berikutnya itu adalah SBY. Dan pembahasan pada halaman berikutnya tentu adalah inti. Dan jika pembahasannya adalah kasus korupsi, maka aktor yang lebih menentukan (inti) dari kasus korupsi yang menjerat banyak petinggi Demokrat selama ini adalah SBY. Anas sebetulnya meminjam bahasa politik SBY untuk menyerang balik tuannya itu.
Sepertinya belum terhapus dari memori publik misteri kasus Bank Century yang disebut-sebut melibatkan SBY. Barangkali ini akan menjadi bagian dari cerita korupsi pada halaman berikutnya yang dikatakan oleh Anas Urbaningrum. Pertanyaannya adalah sanggupkah Anas menyelesaikan cerita pada halaman-halaman berikutnya? Jika tidak, maka publik hanya akan membaca suatu cerita yang tak kunjung selesai. Indonesia pun akan tercatat sebagai negara yang selalu menyimpan sejarah yang terletak pada ruang-ruang misteri. Kita bukannya melupakan sejarah, sebagaimana telah diingatkan oleh Bung Karno, tetapi kita tidak menemukan sejarah. Semoga Anas mampu menyelesaikan cerita ini secara utuh sehingga tidak ada lagi misteri sebagai sejarah yang diwariskan untuk generasi berikutnya!
Ahmad Sahide
Mahasiswa Program Doktor
Agama dan Lintas Budaya
Minat Kajian Timur Tengah
Sekolah Pascsarjana, UGM
Yogyakarta, 1 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar