Rabu, 13 Februari 2013

Menyambut Kemenangan Kedua Obama



Menyambut Kemenangan Kedua Obama
Ahmad Sahide
            Pada tanggal 6 November kemarin, tepatnya 7 November untuk waktu Indonesia, barangkali milyaran pasangan mata seantero dunia tertuju pada Amerika Serikat. Mereka menyaksikan dan ingin memastikan siapa pilihan rakyat Amerika empat tahun ke depan. Pemimpin negeri Paman Sam tersebut sekaligus menjadi pemimpin dunia. Bagi yang menyaksikan detik-detik penghitungan suara (electoral votes), terlepas ia berpihak pada presiden petahana Barack Obama ataupun Mitt Romney, pasti dijangkiti ketegangan tingkat tinggi. Hal itu karena ketatnya persaingan kedua kandidat, bahkan disebut-sebut sebagai persaingan yang terketat selama  pesta daur ulang demokrasi negara adi daya tersebut.
            Obama, presiden berkulit hitam pertama, akhirnya kembali memenangi persaingan menuju Gedung Putih dengan perolehan 303 suara  electoral votes, sedangkan Romney hanya memperoleh 206 suara  electoral votes (Kompas, 8/11/2012). Hari itu, Selasa 6 November waktu Amerika Serikat, tentu adalah akhir dari masa-masa ketegangan yang dialami Obama. Obama, setidaknya, bisa merasakan kelegaan karena tidak dipermalukan oleh Romney, saingan beratnya.

Catatan Untuk Kemenangan Obama

Kemenangan Obama kali ini menghadirkan beberapa catatan politik untuk kita semua. Pertama, kemenangan Obama kali ini tidak seperti kemenangan yang diraihnya empat tahun lalu (2008). Pada saat itu, jauh sebelum hari pemungutan suara, sudah dipastikan bahwa Obama akan memenangi pemilihan presiden AS. Hal itu karena kehadiran Obama yang dilihat seolah sebagai ‘Ratu Adil” sejagat yang diutus Tuhan di tanah Amerika. Hal itu terbukti dengan kemenangan telak Obama yang memperoleh 365 suara electoral votes, sedangkan pesaingnya, John McCain hanya memperoleh 173 suara electoral votes. Pada saat itu Obama sangat leluasa (tanpa ketegangan) menari di atas panggung politik negara adidaya tersebut. Pada saat itu, dunia juga menyambut Obama dengan meriah, seolah seluruh dunia terkena sindrom ‘Obamamia.’ Obama dilihatnya sebagai politisi dengan hati Malaikat, tidak bercacat, ma’shum dalam istilah politik Syi’ah.
Kedua, kemenangan Obama kali ini tidak disambut dan sedominan sebagaimana yang terjadi pada 2008 lalu. Obama, Demokrat, dan para pendukungnya masih dihantui ketegangan sampai menit-menit akhir penghitungan suara electoral votes. Juga, jika dilihat perolehan suara populer votes, Obama kehilangan hampir 20 juta suara pemilih. Pada tahun 2008, Obama memperoleh 69.498.215 juta suara dan McCain hanya memperoleh 59.897.882 juta suara. Dalam pemilihan 6 November kali ini, Obama hanya memperoleh 41.897.882 juta suara, kalah populer dari Mitt Romney yang mengumpulkan 42.620.788 juta suata (Kompas, 8/11/2012).Hal ini menunjukkan bahwa Obama tidak lagi dilihat sebagai politisi  ma’shum, baik oleh rakyatnya sendiri maupun oleh dunia internasional.  Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Obama dalam mengeksekusi program kerjanya sebab ia akan memimpin dengan kepercayaan yang mulai tergerus dan juga akan berkelana ke seantero dunia dengan menemui tatapan mata serta salaman yang diselipkan kecurigaan.
Sambutan yang merosot, krisis kepercayaan, dan kecurigaan hadir dengan alasan yang logis. Empat tahun memimpin Amerika dan dunia, Obama tidak mampu memenuhi ekspektasi publik dunia internasional dalam menghadirkan politik Amerika dengan representasi wajah yang berbeda dari wajah-wajah Amerika sebelumnya. Amerika, di bawah Obama, memang tidak seagresif serta sesewenang-wenang dengan Amerika di era George W. Bush, tetapi wajah koloni masih nampak dari bendera Amerika yang berkibar di seluruh dunia. Obama nampaknya kesulitan menghapus wajah tersebut. Namun demikian, setidaknya Obama lebih baik dan dunia lebih tenang daripada Romney. Begitulah suara hati dunia internasional menyambut kemenangan Obama untuk yang kedua kalinya tersebut.
Catatan ketiga adalah napak tilas jejak Amerika di kawasan Timur Tengah. Pasca-Perang Dunia (PD) II, politik luar negeri Amerika selalu berjejak di kawasan kaya minyak tersebut. Bahkan Israel, selama ini, selalu dilihat sebagai salah satu negara bagian Amerika Serikat yang secara geografis berada di kawasan Timur Tengah. Di bawah Obama, hubungan AS-Israel berbeda. Beberapa kali muncul ketegangan. Obama pernah menolak PM Israel Benjamin Netanyahu bertemu di Gedung Putih. Tamparan keras untuk Israel dan kelompok Yahudi AS tentunya. Namun, Obama juga tidak mampu ‘mengontrol’ keliaran Israel dalam urusannya dengan Palestina. Padahal, sambutan dunia, terutama dari dunia Islam, pada tahun 2008 karena Obama dianggap bisa menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Ekspektasi publik yang tidak mampu dipenuhi Obama.
Pragmatisme politik membuat Obama inkosisten dalam urusan Timur Tengah, terutama Israel-Palestina. Obama yang semula keras terhadap Israel dan kelompok Yahudi, berlahan-lahan lunak dan kompromi dengan Israel karena takut kehilangan jabatannya. Kita tahu bahwa lobi Yahudi dalam Israel Public Affairs Committe (AIPAC) sangat kuat ‘mencengkeram’ politik Amerika Serikat. Boleh jadi salah satu faktor kalah populernya Obama dari Romney karena AIPAC bermain karena ia beberapa kali berani bermain-main dengan Israel, sehingga Obama terancam kehilangan jabatannya 6 November kemarin.
Kini pragmatisme politik tidak lagi kuat menghantui Obama. Tidak ada lagi ketakutan kehilangan jabatan untuk 2016 sebab konstitusi sudah melarangnya untuk maju sebagai calon presiden. Oleh karena itu, mari kita berharap bahwa masa jabatan Obama yang kedua ini, tanpa ketakutan kehilangan jabatan lagi, menjadi kekuatan politik Obama menekan Israel utuk tidak selalu bertindak sewenang-wenang terhadap Palestina. Rekaman politik mencatat bahwa inkosistensi Obama, yang semula keras kemudian lembut pada Israel, karena ia masih berharap berada di Gedung Putih sampai 2016 mendatang. Kini pragmatisme itu dapat dihindari oleh Obama. Semoga ia mempertanggung-jawabkan hadiah Nobel Perdamaian yang telah diterimanya dengan menyelesaikan konflik Israel-Palestina sebelum meninggalkan Gedung Putih 2016 nanti. Time will tell!
Ahmad Sahide
Mahasiswa Program Doktor
 Kajian Timur Tengah
Sekolah Pascasarjana, UGM
Alamat                        : Jl. Nitipuran no. 313 A, Ngestiharjo, Bantul, Yogyakarta
Nomor kontak: 085292039650



Tidak ada komentar:

Posting Komentar