Innocence of
Muslims
‘Mengislamkan’ Islam
Ahmad Sahide
Kemesraan hubungan Barat, terutama
Amerika Serikat (AS), dengan dunia Islam kembali terganggu dengan beredarnya
film parodi Innocence of Muslims. Film berdurasi sekitar 20 menit itu,
secara garis besarnya, menggambarkan
sosok Nabi Besar Muhammad SAW secara fisik, dilengkapi dengan dialog-dialog
langsung, interaksi, dan lain sebagainya. Bagi umat Islam, film tersebut adalah
penghinaan terhadap agama suci yang dianutnya. Setelah beredar luas melalui jejaring
sosial, virtual Youtube, film tersebut pun direspons dengan reaksi keras dari
banyak kalangan di dunia Islam.
Karena pembuatnya, Sam Bacile, adalah warga negara Amerika keturunan
Israel, maka simbol Amerika menjadi target dari reaksi yang bermunculan.
Kedutaan-kedutaan Besar Amerika di negara-negara Islam pun menjadi sasaran para
demonstran dalam mengekspresikan protesnya. Innocence of Muslims pun
dibayar mahal dengan tewasnya Duta Besar Amerika Serikat di Libya, John
Christopher Stevens, dan tiga orang stafnya, saat para demonstran menyerang dan
membakar markas tempatnya berkantor. Berita ini mencuat ke publik saat sebagian
warga Amerika, bahkan Presiden Barack Obama dan istrinya, memperingati
peristiwa kelam Amerika sebelas tahun silam, serangan 11 September yang
meluluh-lantahkan salah satu simbol kebanggaan dan kebesaran negeri Paman Sam
tersebut, World Trade Centre (WTC). Pesan politik apa yang hendak
disampaikan film parodi tersebut?
‘Mengislamkan’ Islam
Penulis mencoba membuat tafsiran
politik dari isu yang kini sedang hangat dalam pemberitaan media internasional
dengan melihat sekilas sosok dari pembuat film parodi tersebut, Sam Bacile. Sam
Bacile, dalam beberapa pemberitaan (ANTARA News) adalah warga Amerika Serikat
keturunan Israel (Yahudi). Dalam hal ini, kita sulit untuk melihat kasus ini
dengan terlepas dari politik simbol keagamaan. Dua simbol yang nampak dengan
jelas, hemat penulis, adalah Islam dan Yahudi (Israel), simbol lainnya adalah
Barat. Di mana kita ketahui bahwa persentuhan (encounter) Barat dan Islam selalu melahirkan
kecurigaan-kecurigaan, ketegangan, bahkan peperangan sejak beberapa abad yang
lalu, Perang Salib adalah salah satunya. Dan Barat, menurut Edward W. Said,
keliru dalam mendefenisikan timur (Islam). Walaupun, dalam beberapa hal, Said
juga mendapatkan kritikan.
Edward Said mengatakan bahwa “Timur” (Islam) yang didefinisikan oleh
Barat adalah “Timur” yang ‘ditimurkan’, dalam bahasa sederhananya timur atau
Islam yang dicitrakan. Film Innocence of Muslims adalah bagian dari
upaya pihak-pihak tertentu untuk ‘mentimurkan’ Timur atau ‘mengislamkan’ Islam,
dan beberapa tahun yang lalu, tepatnya akhir Maret 2008, kita (dunia Islam)
juga digemparkan dengan beredarnya film “Fitna” yang dibuat oleh salah seorang anggota
Parlemen Belanda, Geert Wilders. Artinya
bahwa dari dulu hingga sekarang, mereka
(Barat/Orientalis) masih memahami
“Timur” sebagai yang ‘ditimurkan’ atau Islam sebagai yang ‘diislamkan’.
Islam yang keras, barbar, suka berperang, dan serentetan citra negatif lainnya.
Inilah sepertinya yang hendak disampaikan oleh Sam Bacile sebagai
representasi dari kelompok Yahudi (Israel) di mana hal ini sangat bernuansa
politik. Sudah menjadi wacana umum bahwa Amerika di bawah kepemimpinan Obama
mencoba untuk membangun hubungan lebih mesra dengan dunia Islam, memulai era baru hubungan AS-Dunia Islam yang
berlandaskan pada persamaan interest. Hal ini disampaikan oleh Presiden Barack
Obama dalam pidato bersejarahnya di Mesir pada bulan Juni 2009. Hingga
sekarang, politik luar negeri Amerika lebih fokus dengan Asia dan dunia Islam.
Obama dan Menteri Luar Negerinya, Hillary Clinton, sangat aktif melakukan
kunjungan kenegaraan ke Asia dan
negara-negara Islam.
‘Mengusik’ Israel
Dibalik kemesraannya dengan dunia
Islam, konsentrasi politik luar negeri Obama mengusik ketenangan Israel sebagai
‘sahabat’ setianya. Beberapa kali sikap politik Obama dianggap melecehkan
bangsa Yahudi. Obama, pasca peristiwa Mavi Marmara pada akhir Mei 2010,
pernah menolak kunjungan Perdana Menteri
(PM) Israel, Benjamin Netanyahu. Juga Obama sering mengeluarkan pernyataan yang
agak keras mengecam Israel (dalam kaitannya dengan Palestina). Dalam sejarah
politik Amerika, hanya Presiden Obama yang berani mengambil sikap tidak
bersahabat dengan negara Yahudi tersebut. Hal ini tentunya membuat warga
Yahudi, terutama yang berdiam di Amerika, tidak merasa nyaman dengan kebijakan
politik luar negeri Obama yang kian mesra dengan dunia Islam.
Kelompok Yahudi-Amerika pun, dengan
kekuatan lobi politiknya, mencari berbagai macam cara dalam merenggangkan
hubungan Amerika dengan dunia Islam. Paling tidak menjaga agar Obama tetap
memahami Islam sebagai yang ‘diislamkan’, bukan Islam yang sesungguhnya
(faktual-ideal). Islam yang ramah dengan doktrin yang mengajarkan rahmatan
lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam). Dan film Innocence of Muslims merupakan
salah satu upaya mereka dalam mengganggu hubungan Amerika dengan dunia Islam.
Oleh karena itu, film parodi tersebut diedarkan oleh Sam Bacile ketika pada
saat yang bersamaan warga Amerika dan Presiden Obama dan istrinya memperingati
peristiwa 11 September 2011 silam. Peristiwa ketika gedung menara kembar AS
diserang oleh teroris bernama Osama Bin Laden dengan simbol Islam (jihad) yang
dibawanya.
Sayangnya, masih banyak kelompok
dari dunia Islam yang mudah terprovokasi dengan film provokatif tersebut,
sehingga Sam Bacile bisa tersenyum lega dalam persembunyiannya atas
keberhasilannya ‘mengislamkan’ Islam, ‘mentimurkan’ timur. Hal itu terlihat dari pernyataan Gedung Putih
yang menyudutkan kelompok (Islam) yang
melakukan demonstrasi dengan menewaskan duta besarnya. Sam Bacile, pemicu aksi demonstrasi tersebut, luput dari
kecaman Obama.
Ahmad
Sahide
Mahasiswa
Program Doktor
Kajian Timur Tengah
Sekolah
Pascasarjana, UGM
Yogyakarta,
15 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar