Senin, 19 November 2012

Innocence of Muslims ‘Mengislamkan’ Islam



Innocence of Muslims  ‘Mengislamkan’ Islam
Ahmad Sahide

            Kemesraan hubungan Barat, terutama Amerika Serikat (AS), dengan dunia Islam kembali terganggu dengan beredarnya film parodi Innocence of Muslims. Film berdurasi sekitar 20 menit itu, secara garis besarnya,  menggambarkan sosok Nabi Besar Muhammad SAW secara fisik, dilengkapi dengan dialog-dialog langsung, interaksi, dan lain sebagainya. Bagi umat Islam, film tersebut adalah penghinaan terhadap agama suci yang dianutnya. Setelah beredar luas melalui jejaring sosial, virtual Youtube, film tersebut pun direspons dengan reaksi keras dari banyak kalangan di dunia Islam. 

Karena pembuatnya, Sam Bacile, adalah warga negara Amerika keturunan Israel, maka simbol Amerika menjadi target dari reaksi yang bermunculan. Kedutaan-kedutaan Besar Amerika di negara-negara Islam pun menjadi sasaran para demonstran dalam mengekspresikan protesnya. Innocence of Muslims pun dibayar mahal dengan tewasnya Duta Besar Amerika Serikat di Libya, John Christopher Stevens, dan tiga orang stafnya, saat para demonstran menyerang dan membakar markas tempatnya berkantor. Berita ini mencuat ke publik saat sebagian warga Amerika, bahkan Presiden Barack Obama dan istrinya, memperingati peristiwa kelam Amerika sebelas tahun silam, serangan 11 September yang meluluh-lantahkan salah satu simbol kebanggaan dan kebesaran negeri Paman Sam tersebut, World Trade Centre (WTC). Pesan politik apa yang hendak disampaikan film parodi tersebut?

‘Mengislamkan’ Islam

            Penulis mencoba membuat tafsiran politik dari isu yang kini sedang hangat dalam pemberitaan media internasional dengan melihat sekilas sosok dari pembuat film parodi tersebut, Sam Bacile. Sam Bacile, dalam beberapa pemberitaan (ANTARA News) adalah warga Amerika Serikat keturunan Israel (Yahudi). Dalam hal ini, kita sulit untuk melihat kasus ini dengan terlepas dari politik simbol keagamaan. Dua simbol yang nampak dengan jelas, hemat penulis, adalah Islam dan Yahudi (Israel), simbol lainnya adalah Barat. Di mana kita ketahui bahwa persentuhan (encounter) Barat dan Islam selalu melahirkan kecurigaan-kecurigaan, ketegangan, bahkan peperangan sejak beberapa abad yang lalu, Perang Salib adalah salah satunya. Dan Barat, menurut Edward W. Said, keliru dalam mendefenisikan timur (Islam). Walaupun, dalam beberapa hal, Said juga mendapatkan kritikan. 

Edward Said mengatakan bahwa “Timur” (Islam) yang didefinisikan oleh Barat adalah “Timur” yang ‘ditimurkan’, dalam bahasa sederhananya timur atau Islam yang dicitrakan. Film Innocence of Muslims adalah bagian dari upaya pihak-pihak tertentu untuk ‘mentimurkan’ Timur atau ‘mengislamkan’ Islam, dan beberapa tahun yang lalu, tepatnya akhir Maret 2008, kita (dunia Islam) juga digemparkan dengan beredarnya film Fitna” yang dibuat oleh salah seorang anggota Parlemen Belanda,  Geert Wilders. Artinya bahwa dari dulu hingga sekarang, mereka  (Barat/Orientalis) masih memahami  “Timur” sebagai yang ‘ditimurkan’ atau Islam sebagai yang ‘diislamkan’. Islam yang keras, barbar, suka berperang, dan serentetan citra negatif lainnya.  

Inilah sepertinya yang hendak disampaikan oleh Sam Bacile sebagai representasi dari kelompok Yahudi (Israel) di mana hal ini sangat bernuansa politik. Sudah menjadi wacana umum bahwa Amerika di bawah kepemimpinan Obama mencoba untuk membangun hubungan lebih mesra dengan dunia Islam,  memulai era baru hubungan AS-Dunia Islam yang berlandaskan pada persamaan interest. Hal ini disampaikan oleh Presiden Barack Obama dalam pidato bersejarahnya di Mesir pada bulan Juni 2009. Hingga sekarang, politik luar negeri Amerika lebih fokus dengan Asia dan dunia Islam. Obama dan Menteri Luar Negerinya, Hillary Clinton, sangat aktif melakukan kunjungan kenegaraan ke  Asia dan negara-negara Islam.

‘Mengusik’ Israel

            Dibalik kemesraannya dengan dunia Islam, konsentrasi politik luar negeri Obama mengusik ketenangan Israel sebagai ‘sahabat’ setianya. Beberapa kali sikap politik Obama dianggap melecehkan bangsa Yahudi. Obama, pasca peristiwa Mavi Marmara pada akhir Mei 2010, pernah  menolak kunjungan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu. Juga Obama sering mengeluarkan pernyataan yang agak keras mengecam Israel (dalam kaitannya dengan Palestina). Dalam sejarah politik Amerika, hanya Presiden Obama yang berani mengambil sikap tidak bersahabat dengan negara Yahudi tersebut. Hal ini tentunya membuat warga Yahudi, terutama yang berdiam di Amerika, tidak merasa nyaman dengan kebijakan politik luar negeri Obama yang kian mesra dengan dunia Islam. 

            Kelompok Yahudi-Amerika pun, dengan kekuatan lobi politiknya, mencari berbagai macam cara dalam merenggangkan hubungan Amerika dengan dunia Islam. Paling tidak menjaga agar Obama tetap memahami Islam sebagai yang ‘diislamkan’, bukan Islam yang sesungguhnya (faktual-ideal). Islam yang ramah dengan doktrin yang mengajarkan rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam). Dan film Innocence of Muslims merupakan salah satu upaya mereka dalam mengganggu hubungan Amerika dengan dunia Islam. Oleh karena itu, film parodi tersebut diedarkan oleh Sam Bacile ketika pada saat yang bersamaan warga Amerika dan Presiden Obama dan istrinya memperingati peristiwa 11 September 2011 silam. Peristiwa ketika gedung menara kembar AS diserang oleh teroris bernama Osama Bin Laden dengan simbol Islam (jihad) yang dibawanya. 

            Sayangnya, masih banyak kelompok dari dunia Islam yang mudah terprovokasi dengan film provokatif tersebut, sehingga Sam Bacile bisa tersenyum lega dalam persembunyiannya atas keberhasilannya ‘mengislamkan’ Islam, ‘mentimurkan’ timur.  Hal itu terlihat dari pernyataan Gedung Putih yang menyudutkan  kelompok (Islam) yang melakukan demonstrasi dengan menewaskan duta besarnya. Sam Bacile, pemicu aksi demonstrasi tersebut, luput dari kecaman Obama.
Ahmad Sahide
Mahasiswa Program Doktor
 Kajian Timur Tengah
Sekolah Pascasarjana, UGM
Yogyakarta, 15 September 2012



Tidak ada komentar:

Posting Komentar