Revolusi Dalam Sains
(Catatan Kuliah Teori Interpretasi)
Tulisan
ini adalah catatan kuliah dari mata kuliah “Teori Interpretasi”, yang diampuh
oleh Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, yang mengkaji gagasan Thomas S. Kuhn
mengenai revolusi sains. Dalam revolusi sains, paradigma menjadi hal yang
mendasar atau kata kunci baginya dan di dalam paradigma, epistemologi menjadi
unsur yang penting.
Paradigma
adalah kerangka berpikir, cara pandang seseorang pada dirinya, pada
lingkungannya yang akan mempengaruhi diri dan perilakunya. Paradigma memiliki
beberapa unsur yang bisa dilihat pergeserannya (revolusi) seiring dengan
terjadinya revolusi dalam sains. Unsur-unsur paradigma tersebut adalah asumsi
dasar, nilai-nilai, model, masalah, konsep, metode penelitian, metode analisis,
hasil analisis, dan representasi. Ketiga unsur yang pertama (asumsi dasar,
nilai-nilai, dan model) bersifat implisit, selebihnya bersifat eksplisit. Dalam
mempelajari paradigma, ilmuwan memperoleh teori, metode, dan standar
bersama-sama, biasanya dalam campuran
yang tidak dapat dipisahkan. Oleh
sebab itu, jika paradigma berubah, biasanya terdapat perubahan yang berarti
dalam kriteria yang menetapkan kesahan
masalah maupun pemecahan yang diajukan (Kuhn: 118).
Revolusi
dalam sains, sebenarnya, yang dimaksudkan oleh Thomas S. Kuhn adalah
perkembangan atau kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Kuhn
menekankan pentingnya revolusi sains tersebut berangkat dari sejarah ilmu atau
filsafat ilmu. Artinya bahwa revolusi sains merupakan hasil dari akumulasi
ilmu-ilmu sebelumnya, dengan paradigmanya masing-masing. Pertanyaanya adalah
bagaimana proses lahirnya revolusi sains tersebut?
Anomali
Selain
dari paradigma, kata kunci berikutnya yang diperkenalkan oleh Thomas S. Kuhn
dalam teori revolusi sainsnya adalah “anomali”. Anomali yang dimaksudkan oleh
Kuhn di sini adalah benturan-benturan, ketidakcocokan antara paradigma yang
sudah ada dengan perkembangan fenomena/realitas di tengah masyarakat. Anomali
inilah yang akan melahirkan kritis/krisis terhadap paradigma yang lama. Krisis
yang dimaksudkan adalah bahwa paradigma yang ada sudah tidak lagi mampu
menjawab persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat (budaya). Paradigma
yang lama tidak lagi dapat dicocokkan dengan persepsi-persepsi yang berlaku
sebelumnya (Kuhn: 125).
Anomali kritis/krisis revolusi
sains frame
Dalam hal ini Karl R. Ropper mempunyai pendekatan yang ia sebut dengan istilah falsifikasi, yakni tes yang, karena hasilnya negatif, mementingkan penolakan teori yang mapan. Jelas bahwa peran yang dengan cara ini diatributkan kepada falsifikasi sangat mirip dengan pengalaman-pengalaman beranomali, yaitu kepada pengalaman-pengalaman yang, dengan membangkitkan krisis, merintis jalan bagi suatu teori baru. Meskipun demikian, pengalaman-pengalaman yang beranomali tidak boleh diidentikkan dengan pengalaman-pengalaman yang difalsifikasi (Kuhn: 157). Hal itu karena revolusi dalam sains adalah akumulasi dari sain-sains sebelumnya. Paradigma yang baru, hasil dari sebuah revolusi, merupakan satu kesatuan dari paradigma-paradigma sebelumnya dengan wujud (paradigma) yang baru yang dapat dicocokkan dengan ukuran-ukuran yang ada.
Oleh karena itu,
revolusi sains ini akan membentuk/menghasilkan frame yang baru. Maka, setelah
revolusi sains, banyak pengukuran dan manipulasi yang lama menjadi tidak
relevan dan diganti dengan yang lain (Kuhn: 139). Barangkali klaim tersendiri
yang paling umum yang diajukan oleh para pendukung paradigma baru ialah bahwa
mereka dapat memecahkan masalah-masalah
yang telah menyebabkan paradigma lama mengalami krisis (Kuhn: 164). Di sinilah
pentingnya seorang ilmuwan, menurut Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, harus
memiliki sensitiveness pada fenomena keilmuwan di masyarakat.
Begitulah proses lahirnya revolusi dalam sains yang dimaksudkan oleh
Thoms S. Kuhn dalam bukunya tersebut, “The Structure of Scientific
Revolutions,” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
“Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains.”
Ia merupakan suatu asimilasi yang menuntut rekonstruksi teori sebelumnya
dan reevaluasi fakta sebelumnya, suatu proses revolusioner yang hakiki yang
jarang diselesaikan oleh seseorang sendirian dan tidak pernah secara mendadak
(Kuhn: 7), dan meskipun dunia tidak berubah dengan perubahan paradigma, setelah
itu ilmuwan bekerja dalam dunia yang berbeda (Kuhn: 131).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar