Selasa, 30 Oktober 2012

Revolusi Dalam Sains



Revolusi Dalam Sains
(Catatan Kuliah Teori Interpretasi)

            Tulisan ini adalah catatan kuliah dari mata kuliah “Teori Interpretasi”, yang diampuh oleh Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, yang mengkaji gagasan Thomas S. Kuhn mengenai revolusi sains. Dalam revolusi sains, paradigma menjadi hal yang mendasar atau kata kunci baginya dan di dalam paradigma, epistemologi menjadi unsur yang penting. 
            Paradigma adalah kerangka berpikir, cara pandang seseorang pada dirinya, pada lingkungannya yang akan mempengaruhi diri dan perilakunya. Paradigma memiliki beberapa unsur yang bisa dilihat pergeserannya (revolusi) seiring dengan terjadinya revolusi dalam sains. Unsur-unsur paradigma tersebut adalah asumsi dasar, nilai-nilai, model, masalah, konsep, metode penelitian, metode analisis, hasil analisis, dan representasi. Ketiga unsur yang pertama (asumsi dasar, nilai-nilai, dan model) bersifat implisit, selebihnya bersifat eksplisit. Dalam mempelajari paradigma, ilmuwan memperoleh teori, metode, dan standar bersama-sama, biasanya dalam campuran  yang tidak dapat dipisahkan.  Oleh sebab itu,  jika paradigma berubah,  biasanya terdapat perubahan yang berarti dalam kriteria yang menetapkan  kesahan masalah maupun pemecahan yang diajukan (Kuhn: 118). 
            Revolusi dalam sains, sebenarnya, yang dimaksudkan oleh Thomas S. Kuhn adalah perkembangan atau kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Kuhn menekankan pentingnya revolusi sains tersebut berangkat dari sejarah ilmu atau filsafat ilmu. Artinya bahwa revolusi sains merupakan hasil dari akumulasi ilmu-ilmu sebelumnya, dengan paradigmanya masing-masing. Pertanyaanya adalah bagaimana proses lahirnya revolusi sains tersebut?

Anomali
            Selain dari paradigma, kata kunci berikutnya yang diperkenalkan oleh Thomas S. Kuhn dalam teori revolusi sainsnya adalah “anomali”. Anomali yang dimaksudkan oleh Kuhn di sini adalah benturan-benturan, ketidakcocokan antara paradigma yang sudah ada dengan perkembangan fenomena/realitas di tengah masyarakat. Anomali inilah yang akan melahirkan kritis/krisis terhadap paradigma yang lama. Krisis yang dimaksudkan adalah bahwa paradigma yang ada sudah tidak lagi mampu menjawab persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat (budaya). Paradigma yang lama tidak lagi dapat dicocokkan dengan persepsi-persepsi yang berlaku sebelumnya (Kuhn: 125). 
            Anomali                      kritis/krisis                   revolusi sains               frame


Dalam hal ini Karl R. Ropper mempunyai pendekatan yang ia sebut dengan istilah falsifikasi, yakni tes yang,  karena hasilnya negatif, mementingkan penolakan teori yang mapan. Jelas bahwa peran yang dengan cara ini diatributkan kepada falsifikasi sangat mirip dengan pengalaman-pengalaman beranomali, yaitu kepada pengalaman-pengalaman yang,  dengan membangkitkan krisis, merintis jalan bagi suatu teori baru. Meskipun demikian, pengalaman-pengalaman yang beranomali tidak boleh diidentikkan dengan pengalaman-pengalaman yang difalsifikasi (Kuhn: 157). Hal itu karena revolusi dalam sains adalah akumulasi dari sain-sains sebelumnya. Paradigma yang baru, hasil dari sebuah revolusi, merupakan satu kesatuan dari paradigma-paradigma sebelumnya dengan wujud (paradigma) yang baru yang dapat dicocokkan dengan ukuran-ukuran yang ada. 
Oleh karena itu, revolusi sains ini akan membentuk/menghasilkan frame yang baru. Maka, setelah revolusi sains, banyak pengukuran dan manipulasi yang lama menjadi tidak relevan dan diganti dengan yang lain (Kuhn: 139). Barangkali klaim tersendiri yang paling umum yang diajukan oleh para pendukung paradigma baru ialah bahwa mereka  dapat memecahkan masalah-masalah yang telah menyebabkan paradigma lama mengalami krisis (Kuhn: 164). Di sinilah pentingnya seorang ilmuwan, menurut Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, harus memiliki sensitiveness pada fenomena keilmuwan di masyarakat. 
Begitulah proses lahirnya revolusi dalam sains yang dimaksudkan oleh Thoms S. Kuhn dalam bukunya tersebut, “The Structure of Scientific Revolutions,” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains.”  Ia merupakan suatu asimilasi yang menuntut rekonstruksi teori sebelumnya dan reevaluasi fakta sebelumnya, suatu proses revolusioner yang hakiki yang jarang diselesaikan oleh seseorang sendirian dan tidak pernah secara mendadak (Kuhn: 7), dan meskipun dunia tidak berubah dengan perubahan paradigma, setelah itu ilmuwan bekerja dalam dunia yang berbeda (Kuhn: 131).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar