Menghindari Hidup yang Serba Materi
Darwin*
“Ketahuilah,
sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah
permainan
dan sendagurauan, perhiasan, dan saling berbangga
di
antara kamu serta berlomba dalam kekayaan, dan anak keturunan…” (QS. Al-Hadid: 20)
AGAKNYA
kenapa bangsa ini tidak bisa lepas dari lilitan derita berkepanjangan, bisa
jadi karena kita (manusia Indonesia) telah kehilangan arah dalam kehidupan.
Mulai dari kita melek di pagi hari hingga kita menyentuh kasur lagi di malam
harinya. Kita terlalu disibukkan ritual
harian yang sepenuhnya berdasarkan kepentingan jadwal hidup materialistik kita.
Baik yang dibuat pihak kantor, sekolah, kampus, dan semua jadwal yang kita buat
sendiri. Semuanya berjalan terlalu seperti mesin. Waktu telanjur kita anggap
sebagai uang. Kehilangan sedikit waktu berarti malapetaka. Maka, kejar-kejaran
berburu duit, jabatan, prestise, sering kita anggap lumrah. Akibatnya kita tak
bisa lagi mencecap nikmatnya hidup.
Politisi
sibuk dengan make-up untuk menambal
wajah keculasan. Tipu muslihat pun
ditunaikan demi kedudukan terhormat di Istana atau Parlemen dan tempat-tempat
super-nyaman lainnya. Mereka membedaki muka mereka setebal mungkin sebagai
pengalih perhatian rakyat. Seolah-olah mereka adalah penyelesai ampuh terkait
derita hidup yang mendera orang-orang tak berpunya itu, padahal itu hanyalah
dalih demi mulusnya jalan menumpuk kekayaan.
Lain
lagi dengan para ustad yang saat ini juga mirip-mirip dengan politisi. Saat ini
bermunculan ustad selebritis. Ustad yang mengedepankan tampilan daripada
ucapan. Aksesori mewah melingkar-lingkar di tubuh mereka. Riasan menor juga
menempel di wajah para ustadzah yang berkhotbah tanpa jeda yang “menyerbu”
ruang tamu rumah kita setiap pagi itu. Inilah gaya hidup yang tercipta seiring
lahirnya teknologi televisi. Bersolek lebih penting daripada nilai-nilai
kehidupan. Kalau sudah seperti ini bisa dipastikan orientasi hidup para
ustad/ustadzah jenis ini tidak jauh-jauh dari materi. Bayangkan, baju, sepatu,
jilbab, dan aksesori lain yang mereka pakai itu tentu saja bukanlah barang
murahan!
Kepungan materi
Masyarakat
biasa pun juga tidak bisa lepas dari kepungan materi-materi ini. Setiap jengkal
kehidupan kita telah disesaki materi-materi penopang gaya hidup modern. Rumah
kita didominasi furnitur mahal, perkakas dapur elite, makanan keluarga
berkelas. Kendaraan kita adalah keluaran terbaru. HP kita adalah HP yang selalu nongol dalam iklan televisi.
Tempat belajar kita adalah institusi komersial yang mengedepankan duit
daripada ilmu pengetahuan. Dan berbagai tindak-tanduk serba materi yang
melingkupi kita lainnya.
Bahkan,
agama kita pun menjadi agama yang jauh dari sentuhan nilai-nilai keilahian.
Agaknya definisi agama di abad modern pun sudah berubah. Agama saat ini
dimaterikan sedemikian rupa hingga tidak ada bedanya lagi dengan politik atau
barang dagangan sekalipun. Manipulasi yang banyak ditemui di seputaran dunia
politik, saat ini tersua juga di ranah agama. Manipulator-manipulator berwajah
agama bermunculan di tengah masyarakat. Bisa kita lihat, misalnya, dari
banyaknya adegan pukul-memukul terhadap sesama yang dilakukan organisasi
keagamaan belakangan ini. Begitupun ayat-ayat Tuhan dijadikan sms tauziah yang
menggelembungkan pundi-pundi pemodal dan ustad yang menjadi endorser-nya. Pun,
ibadah yang seharusnya adalah sarana mendekatkan diri kepada Tuhan, berganti
dengan adu pamer aksesori atau fesyen saat pengajian atau salat tarawih ketika
Ramadhan tiba.
Ada
yang perlu ditelisik dari cara hidup kita yang seperti ini untuk kemudian
dijadikan bahan reflektif bagi diri pribadi. Disorientasi hidup yang kita alami
ini tentu saja ada penyebabnya. Bisa tuntutan zaman yang memang menghendaki
gaya hidup seperti ini, atau bisa juga tabiat hidup kita yang abai dengan agama
yang mengajarkan kearifan dan keluhuran hidup itu. Sebenarnya, dalam agama kita
diajarkan konsep hidup zuhud. Imam Ghazali menerjemahkan kata zuhud ini dengan sebuah definisi yang
sangat apik, yakni: tidak gembira dengan apa yang ada (didapat),
dan tidak sedih dengan sesuatu yang
hilang. Inilah kiranya salah satu trik untuk berkelit dari gempuran gaya
hidup materialistik ini, kesederhanaan dalam berkehidupan. Mari mencoba!! Wallahu a’lam bi al-shawab. 13 7 2012
*Darwin, Mahasiswa Ilmu Komunikasi,
Univ. Muhammadiyah Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar