Oleh: Nur Rachmansyah
“Membaca bagaikan menyalakan api; setiap suku kata yang diejaakan menjadi percik yang menerangi”
(Victor Hugo)
Tiap hari, tiap jam, tiap menit, bahkan tiap detik manusia tidak bisa dipisahkan dengan aktivitas yang bernama “membaca” karena segala sesuatu lebih banyak disimbolkan dengan tulisan. Bahkan pada zaman sekarang apabila kita ingin berjalan kesatu tempat ke tempat lain kita dapat sampai ke suatu tempat tersebut hanya dengan mengikuti petunjuk arah tempat atau kota yang menjadi tujuan. Contohnya apabila kita berada di kota Bandung dan ingin menuju Jakarta, cukup dengan mengikuti arah petunjuk jalan yang bertulis Jakarta kita bisa sampai ke Jakarta. Jadi apapun aktivitas kita tidak bisa dipisahkan dengan tulisan maka secara tidak kita sadari kita sudah membaca.
Ada pepatah mengatakan “Buku adalah jendela dunia.” Dari pepatah tersebut bisa disimpulkan bahwa sumber utama ilmu adalah dari membaca buku. Tetapi pada zaman sekarang dengan era tekhnologi yang sudah berkembang dan modern sudah banyak sarana informasi selain dari buku seperti, surat kabar, internet, majalah, dan televisi. Maka tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan sehari-hari kita tidak bisa terlepas dari membaca.
Setiap orang yang dikategorikan sebagai intelektual pastilah kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari yang namanya membaca. Tidak mungkin seseorang dapat menjadi intelektual apabila ia tidak menyukai satu aktivitas yang namanya membaca. Maka di dunia ini tokoh-tokoh intelektual revolusioner besar seperti, Ali Syari’ati, Antonio Gramsci, Che Guevara, Rosa Luxemburg merupakan tokoh-tokoh yang sejak kecilnya mempunyai hobi dan kebiasaan membaca.
Tokoh Pembaca Budiman
Keempat tokoh intelektual revolusioner yang telah disebutkan di atas merupakan tokoh-tokoh yang menjadi inspirator dari berbagai macam perlawanan terhadap penindasan oleh suatu rezim. Pertama Ali Syari’ati, adalah salah seorang tokoh yang membantu Imam Khomeini dalam menjatuhkan rezim Syah Iran yang zalim. Ali Syari’ati lahir pada 24 November 1933, sejak masa kanak-kanak Ali Syari’ati memang sudah terlihat berbeda dengan teman-teman sebayanya. Disaat teman-teman sebayanya masih asik dengan aktivitas bermain, Ali Syari’ati sudah sangat gemar dengan buku-buku sastra. Kegemaran membaca Ali Syari’ati ini terus berlanjut ketika ia beranjak remaja. Bahkan ketika menginjak sekolah menengah pertama Ali Syari’ati sudah banyak membaca buku-buku filsafat, syair, ilmu sosial, dan studi keagamaan di perpustakaan pribadi milik ayahnya yang mempunyai koleksi buku sekitar 2000 buku. Kegemaraan membaca buku inilah yang membuat Ali Syari’ati jarang bermain dengan teman-teman sebayanya.
Kedua Antonio Gramsci, adalah tokoh terhebat marxis kedua setelah Marx yang terkenal dengan gagasan tentang Negara dan Hegemoni. Konon ceritanya Gramsci telah mengerjakan karya fenomenalnya tersebut ketika ia menjalani masa hukumannya di penjara oleh rezim fasisme Mussolini. Antonio Gramsci lahir di Ales, sebuah kota kecil di Sardinia, Italia, pada 22 januari 1891. Gramsci lahir dari keluarga yang bisa dikatakan miskin dalam konteks ekonomi karena ketika Gramsci masih kecil ayah Gramsci terkena kasus di tempat ayahnya bekerja sehingga ayahnya harus menjalankan hukuman selama enam tahun penjara. Sehingga untuk membiayai kehidupan keluarga Gramsci pada saat itu ibunya harus membanting tulang menafkahi keluarga. Ditambah lagi Gramsci sejak lahir tidak mempunyai fisik yang sehat. Punggung yang bungkuk membuat Gramsci sangat rapuh untuk bekerja berat. Tetapi, Gramsci adalah anak yang cerdas. Ia berhasil menyelesaikan sekolah dasar dengan prestasi yang gemilang. Di tengah-tengan kesibukannya bekerja sebagai pesuruh kantor Gramsci selalu menggunakan waktu luangnya untuk membaca. Kegemaran membaca Gramsci inilah yang membentuk intelektualnya. Sehingga tidak heran ketika beranjak dewasa Gramsci menjadi salah satu tokoh Partai Kominis Italia. Pada masa bergelut di dunia politik inilah Gramsci melancarkan perlawanan-perlawanannya terhadap penguasa fasis Mussolini. Sehingga membuat Gramsci dihukum penjara dan akhirnya Gramcsi meninggal pada saat di penjara.
Ketiga Che Guevara, merupakan salah satu tokoh yang hingga saat ini menjadi simbol revolusi di berbagai macam Negara. Che Guevara lahir di Argentina pada 14 Juni 1924 dan sejak kecil Che Guevara telah menjadi seorang pembaca yang lahap. Ia rajin membaca literatur tentang Karl Marx, Engels dan Sigmund Freud yang ada di perpustakaan ayahnya. Karena terinspirasi dari banyak membaca dan melihat langsung kondisi masyarakat Argentina pada saat itu yang dipimpin oleh diktator fasis kiri, Juan Peron membuat semangat pemberontakan Che Guevara semakin tumbuh dan menjadi-jadi. Sehingga membuat Che Guevara menjadi salah satu tokoh yang sangat dibenci oleh rezim yang berkuasa pada saat itu.
Keempat Rosa Luxemburg, merupakan salah satu tokoh revolusioner perempuan yang dengan tegas menentang perang dunia pertama oleh Hitler serta NAZI. Rosa lahir dari keluarga keturunan Yahudi yang tinggal di Polandia pada 1871. Ayahnya adalah seorang pedagang timah. Ibunya adalah seorang perempuan keturunan rabi. Mereka hidup dalam suasana kebencian pada orang-orang Yahudi yang kuat. Di samping itu Rosa sendiri sering sakit pada masa kecilnya. Sejak kecil Rosa sudah bergelut dengan dunia membaca sehingga kehidupannya sangat bernuansa intelektual. Maka tidak heran pada saat dewasa Rosa menjadi perempuan pertama di Jerman yang mampu mencapai gelar pendidikan Doktor pada saat itu.
Mahasiswa dan Membaca
Mahasiswa sering juga dikatakan sebagai kaum intelektual muda, karena aktivitas mahasiswa bergelut dengan dunia akademik maupun dunia pergerakan. Maka mahasiswa sering disebut sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (control of social), pemimpin masa depan (iron stock). Mahasiswa sebagai generasi muda seharusnya dekat dengan buku dan ilmu. Perpustakaan kampus hendaknya didesain sedemikian rupa supaya mahasiswa dan civitas akademika lain betah untuk menimba ilmu disana.
Tetapi menurut data penelitian edukasi.kompasiana.com menyatakan saat ini minat membaca mahasiswa masih sangat rendah itu dapat dilihat dengan minimnya jumlah mahasiswa yang berkunjung di setiap perpustakaan kampus. Perpustakaan biasanya akan terlihat sangat ramai menjelang ujian karena banyak mahasiswa yang mencari buku untuk sumber referensi tugas mereka. Sebaliknya, pada hari-hari biasa perpustakaan akan cenderung sepi pengunjung. Biasanya mahasiswa yang terlihat di perpustakaan atau pun ruang baca perpustakaan lebih sering digunakan mahasiswa yang berkumpul dengan sesama mahasiswa lainnya.
Ada berbagai macam factor yang menyebabkan rendahnya minat baca dari mahasiswa. Faktor utama adalah pendidikan dasar dari orang tua atau keluarga masing-masing. Jika sejak dini orang tua telah menanamkan budaya membaca pada anak-anak mereka, maka niscaya hingga dewasa budaya itu akan tetap ada. Factor kedua adalah budaya lingkungan. Apabila lingkungan tempat tinggal seseorang sudah tidak kondusif lagi untuk aktifitas akademik, misalnya lingkungan tersebut terlalu berisik atau budaya di lingkungan tersebut lebih sering bermain. Maka itu akan berpengaruh dengan semangat membaca sesorang tersebut.
Tidak mudah memang membangun budaya membaca dikalangan mahasiswa. Karena memang semangat membaca membutuhkan motivasi yang tinggi. Tugas memotivasi semangat membaca ini sebenarnya juga terlah menjadi salah satu tanggung jawab dari dosen sebagai guru dari para mahasiswa. Dosen yang mengajar jangan sampai hanya cuma menyampaikan materi sesuai dengan silabus yang telah ditentukan dalam setiap mata kuliah. Dosen memiliki tanggung jawab lebih untuk memotivasi semangat membaca mahasiswa. Setiap dosen harus bisa membuat mehasiswa memiliki rasa penasaran, untuk lebih menggali lagi pembahasan kuliah yang telah diajarkan. Jadi dosen sifatnya tidak hanya menjadi fasilitator penyampai materi kuliah tetapi juga menjadi motivator terhadap mahasiswa agar lebih memiliki semangat lagi membaca.
25 February 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar