Minggu, 21 Agustus 2011

Badai Partai Demokrat

Kurang lebih dua minggu yang lalu saya menulis mengenai Partai Demokrat (PD). Judul tulisan itu adalah, “Masa Depan Partai Demokrat.” Dari tulisan itu saya mencoba meneropong masa depan partai pemegang kuasa tersebut. Dan dari tulisan itu saya memprediksi bahwa partai yang didirikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) tersebut akan mengalami nasib sebagai pecundang demokrasi pada tahun 2014 nanti. Sebagai pemerhati sosial politik, sah-sah saja saya mengeluarkan opini-opini tersebut. Walaupun prediksi itu tidak asal-asalan, ia berangkat dari data-data yang ada.
Kini, saya kembali menulis tentang PD karena ia masih menyimpan ‘bangkai busuk’ yang menjadi sorotan media. Yang penulis maksudkan dari ‘bangkai-bangkai’ itu adalah kasus korupsi mantan Bendahara Umumnya, M. Nazaruddin, kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK) oleh salah satu petingginya, Andi Nurpati, kasus poligami kader kontroversialnya, Ruhut Sitompul, dan kini kasus yang lagi mencuak adalah isu Kongres Luar Biasa (KLB) yang dinilai oleh banyak pengamat sebagai ‘kado’ dari kongres di Bandung tahun lalu.

Isu KLB ini sepertinya dilihat oleh PD sebagai badai paling kuat menerjang dirinya, sehingga memaksa Ketua Dewan Pembinanya, SBY, turun tangan menampik adanya isu tersebut dengan mengadakan jumpa pers di Puri Cikeas, Bogor, pada hari Senin, 11 Juli. Dalam jumpa pers itu, SBY menjamin posisi Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum PD aman. Mungkin kita bertanya, gejala baru apa lagi dalam tubuh Demokrat yang tercium dari isu KLB tersebut?
Menarik untuk menyimak pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Ali, yang meminta orang di luar partainya untuk tidak mencampuri urusan internal partai tersebut. Begitu pun juga dengan statemen SBY, “saya prihatin apabila politik kita masih seperti ini. Kompetisi dalam demokrasi masih harus diwarnai politik pecah-belah ala pemerintah kolonial dulu” (Kompas, 12/7/11). Pernyataan SBY dan Marzuki Ali ini sebenarnya melempar opini kepada publik bahwa ada pihak-pihak lain yang mencoba mengganggu PD. Seolah ingin mengatakan kepada publik bahwa ‘kebusukan’ Demokrat yang selama ini menjadi konsumsi publik bukan karena ia memang busuk, tetapi ada pihak-pihak lain yang membusuki dirinya. Inilah politik ala SBY. Politik yang selalu menempatkan dirinya sebagai pihak yang ‘dizalimi’ demi meraih simpati publik.
Sepertinya hanya dengan manuver seperti ini yang bisa dilakukan oleh Demokrat untuk membersihkan dirinya di mata publik. Sebab apapila Demokrat ingin menyelesaikan kasus-kasus yang menimpa dirinya dengan tuntas, seperti kasus Nazaruddin, kasus Andi Nurpati, maka Demokrat bukannya semakin bersih di mata publik, justru kebobrokannya akan semakin terkuak. Oleh karena itu, saya curiga bahwa isu KLB di tubuh Demokrat hanyalah bola liar yang dilemparkannya untuk ‘mengakhiri’ serentetan badai yang menerpanya. Dari pernyataan SBY dan Marzuki Ali, sangat jelas bahwa ada pihak yang dikambinghitamkannya. Nah, apapila ada pihak atau partai lain yang merespon pernyataan tersebut, maka perdebatan pun akan sibuk merespon isu tersebut. Dan kasus Nazaruddin dan Andi Nurpati akan hilang dari pantauan media. semoga ini hanyalah kecurigaan saya semata.
Tapi paling tidak, dari isu KLB di tubuh Demokrat, memberikan dua catatan politik untuk kita semua. Pertama, isu KLB adalah bagian dari cara Demokrat mengada-ada untuk menyelamatkan dirinya. Artinya bahwa sebenarnya tidak ada gerakan untuk mengadakan Kongres Luar Biasa di tubuh Demokrat. Isu tersebut hanyalah permainan orang-orang Demokrat untuk menampik dirinya, sebagaimana telah dijelaskan di atas sebagai bagian dari manuver politik SBY yang terbukti efektif mengantarkannya menjadi presiden Indonesia. Kita ketahui bahwa SBY adalah figur sentral bagi Demokrat. Mungkin ia dilihat sebagai “Tuhan” bagi kader-kader Demokrat. Segala perkataannya tidak terbantahkan oleh siapa pun di Demokrat. Oleh karena itu, adanya isu KLB sangat bertentangan dengan kultur politik di Demokrat. Jika ada gerakan untuk mengadakan KLB, itu artinya bahwa SBY tidak lagi dikultuskan oleh partai dan kadernya. Gerakan bawah tanah adalah sinyal yang harus dibaca di mana bawahan tidak lagi patuh pada pemimpinnya, bukan?
Kedua, jika betul ada gerakan bawah tanah untuk menggoyang posisi Anas Urbaningrum. Maka, SBY dan Marzuki Ali tidak seharusnya sibuk mengkambinghitamkan orang lain, karena tanpa keterlibatan pihak luar untuk memecah dirinya, toh Demokrat sudah terpecah dari internal dirinya sendiri. Artinya bahwa Demokrat yang selama ini kelihatan solid, karena ketokohan SBY, hanyalah sebuah citra yang dibangunnya. Di internal partainya, Demokrat sebenarnya sangat rapuh. Dan kerapuhan itu adalah ketika benar ada gerakan untuk menggulingkan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum melalui KLB. Bila wacana KLB benar adanya di internal Demokrat, maka ini menjadi bukti dan data baru di mana Demokrat akan menjadi pecundang demokrasi 2014 nanti. Kita lihat saja nanti!
Ahmad Sahide
Komunitas Belajar Menulis
Yogyakarta, 15 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar