Wacana reshuffle (perombakan) kabinet kembali bergulir dan mengakibatkan suhu politik tanah air sedikit memanas. Semua berawal dari sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membahas hak Angket Pajak pada tanggal 22 Februari lalu. Dalam sidang ini, keputusan diambil melalui voting, dan kubu Partai Demokrat, yang menolak pembentukan panitia khusus Hak Angket Pajak, keluar sebagai pemenang, meskipun tipis. Demokrat berhasil mengumpulkan suara 266 suara, unggul dua angka dari kubu yang dibangun oleh Partai Golkar, 264 suara. Demokrat membangun koalisi dengan Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Adapun Golkar berdiri bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) mendukung pembentukan panitia khusus Hak Angket Pajak.
Ini adalah yang kedua kalinya wacana perombakan kabinet bergulir pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) jilid kedua. Pada bulan Februari tahun lalu, Demokrat mulai mengancam para anggota koalisinya dengan isu perombakan kabinet ketika panitia Hak Angket Bank Century memasuki tahap-tahap pengambilan keputusan. Pada saat itu, Demokrat menelan pahit kekalahannya karena mayoritas anggota dewan, yang digalang oleh Golkar, menyatakan bahwa Bank Century bermasalah. SBY selalu dikait-kaitkan keterlibatannya dengan Bank Century tersebut.
Dari dua kali isu perombakan kabinet bergulir, tidak ada yang terkait dengan masalah kinerja para menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid kedua. Isu perombakan kabinet selalu berawal ketika partai Demokrat tidak bisa mengontrol anggota koalisi pendukung pemerintahan SBY di parlemen. Tahun lalu terkait dengan Hak Angket Bank Century, dan baru-baru ini terkait dengan pembentukan panitia Hak Angket Pajak. Dari sini sebenarnya terlihat bahwa Demokrat, sebagai partai pemenang pemilu, selalu merasa was-was dan dihantui ketakutan-ketakutan. Demokrat masih saja bermental lemah dengan segala kekuatan politik yang dimilikinya. Tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi yang itu terlihat dengan ‘ancaman-ancaman’ Demokrat melalui perombakan kabinet. Berbeda dengan partai Golkar yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, sekalipun ia adalah partai terbesar kedua di Parlemen. Oleh karena itu, dari dua kali wacana perombakan kabinet yang dilemparkan oleh Demokrat hanya akan merugikan diri sendiri dan membuat dirinya semakin tergerus. Hal itu karena beberapa hal sebagai faktornya.
Pertama, citra partai Demokrat semakin rusak di mata masyarakat dari sikapnya terkait dengan kasus Bank Century, yang menganggap tidak bermasalah, dan penolakannya dengan pembentukan panitia Hak Angket Pajak minggu lalu. Dari sana publik tentu dapat menilai bahwa Demokrat selalu berdiri kokoh membangun benteng untuk menghalangi pengusutan secara tuntas kasus-kasus korupsi di negeri ini. Demokrat terkesan ketakutan membongkar kasus-kasus korupsi yang ada karena takut akan ‘menelanjangi’ diri sendiri. Seandainya Demokrat merasa bersih dengan kasus-kasus itu, maka ia seharusnya tidak perlu takut dan menolak pembentukan panitia Hak Angket Pajak untuk membuktikan bahwa ia dan presidennya, SBY, serius dalam memberantas korupsi.
Kini politik citra, yang selama ini menjadi kekuatan Demokrat dan SBY, menyerang balik, ibarat senjata makan tuan. Dan senjata ini sepertinya mampu dimainkan oleh partai Golkar dan PDI-P untuk membuat Demokrat semakin tergerus di mata publik.
Kini politik citra, yang selama ini menjadi kekuatan Demokrat dan SBY, menyerang balik, ibarat senjata makan tuan. Dan senjata ini sepertinya mampu dimainkan oleh partai Golkar dan PDI-P untuk membuat Demokrat semakin tergerus di mata publik.
Kedua, wacana perombakan kabinet yang dilemparkan oleh Demokrat memberikan kesan kepada masyarakat luas ketidakdewasaan Demokrat dalam berdemokrasi. Publik tentu dapat menilai sikapnya tersebut sebab wacana perombakan kabinet lahir karena perbedaan sikap politik di parlemen, bukan karena melihat kinerja dari para menteri. Maka, wacana yang dilemparkan oleh petinggi Demokrat ini hanya membuatnya kehilangan kepercayaan dari masyarakat luas. Dan apabila SBY benar-benar melakukan perombakan kabinet, dengan dalih bahwa itu adalah hak preoregatifnya, maka hanya akan membuat diri dan partainya semakin tergerus dan tergerus. Hasilnya, dalam pemilihan umum 2014 nantinya, Demokrat sepertinya sulit mempertahankan posisinya sebagai partai pemenang pemilu. Ia semakin tergerus dari kasus ke kasus dan SBY, yang menjadi tokoh penting dari Demokrat 2009, akan ‘meninggalkannya’.
Demokrat sepertinya telah masuk dalam jebakan permainan yang dibuatnya sendiri. Wacana reshuffle kabinet telah ia lemparkan, terlepas terwujud atau tidak ini akan tetap merugikan dirinya. Untuk mewujdkannya, Demokrat masih harus banyak berpikir dan menimbang-nimbang kelihaian dari Golkar sebagai partai yang berpengalaman, yang dapat berdiri bersama dengan PDI-P. Demokrat tentu masih takut kehilangan Golkar dalam pemerintahannya. Pengalaman Golkar merupakan hal yang penting bagi Demokrat yang belum terbangun mentalnya sebagai ‘penguasa’. Untuk tidak mewujudkannya, wacana ini telah menjadi konsumsi publik sebanyak dua kali. Publik tentu dapat menilai bahwa partai ini tidak bisa dipegang kata-katanya. Akankah Demokrat berjuang dengan pelaksanaan kata-kata? Meminjam bahasa dari almarhum WS Rendra. Partai ini, terlebih dahulu, harus berjuang untuk keluar dari penjara buatannya sendiri.
KBM
Ahmad Sahide
Yogyakarta, 1 Maret 2010
Yogyakarta, 1 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar