Kamis, 02 Juni 2011

Tafsir Politik Kematian Osama

Sejak hari senin, 2 Mei 2011, minggu ini kematian Osama Bin Laden menjadi menu utama dari pemberitaan media di dunia internasional, termasuk Indonesia. Osama adalah teroris nomor satu di dunia yang menjadi incaran dari Amerika Serikat (AS) pasca serangan gedung World Trade Centre (WTC) di Washington 11 September 2001, sepuluh tahun yang lalu. Sejak saat itulah, Presiden AS pada saat itu, George Walker Bush, memulai peperangan terhadap ‘jaringan terorisme’ di dunia. Afghanistan pun luluh lantah dibuatnya sebab negara ini dianggapnya sebagai basis dari gerakan terorisme dunia. Osama Bin Laden diyakini bersembunyi di Negara kayak minyak ini.

Bush tidak hanya dilihat memerangi jaringan terorisme semata, tapi ia juga memerangi dunia Islam. Bahkan banyak pengamat meyakini bahwa peristiwa 11 September 2001 adalah konspirasi dari AS. Ini adalah bagian dari cara AS ‘menghegemoni’ dunia Islam, terutama negara-negara Timur Tengah. Terbukti setelah peristiwa tersebut, AS begitu leluasa ‘mencampuri’ urusan dalam negeri negara-negara Islam dengan dalih memerangi terorisme dan demokratisasi. AS lalu mengucurkan dana dalam jumlah yang begitu besar untuk membantu penegakan demokrasi dan bekerja sama dalam memerangi terorisme. Kebijakan ini berujung pada meningkatnya utang AS yang diambang batas yang berbahaya. Inilah salah satu warisan Bush kepada Barack Obama, Presiden AS sekarang. Presiden yang berhasil menewaskan pemimpin teroris di dunia, Osama Bin Laden.
Apabila peristiwa 11 September 2001 dilihat sebagai konspirasi. Apakah peristiwa 2 Mei 2011 juga dapat dilihat sebagai peristiwa yang penuh konspirasi? Ada kepentingan bagi Obama dan AS di balik peristiwa tersebut.

Kepentingan Obama 2012

    Peristiwa tewasnya Osama di bawah kepresidenan Obama memang memunculkan tafsir-tafsir politik. Hal itu dikatakan oleh banyak pengamat. Tafsir politik kematian Osama ini karena dilihat dari momentumnya. Osama tewas dalam serangan militer terlatih AS pada tanggal 2 Mei 2011. Artinya bahwa daur ulang demokrasi di AS tinggal satu tahun lebih. Artinya bahwa masa kampanye sesungguhnya telah dimulai. Obama jauh hari sudah mengumumkan bahwa dirinya siap berkompetisi untuk menduduki Gedung Putih untuk periode 2012-2016. Oleh karena itu, tidak salah jika peristiwa 2 Mei ini sarat dengan tafsiran politik. Karena momentum tersebut. Mengapa baru dua bulan lebih terakhir ini Obama fokus untuk menangkap atau membunuh Osama? 

Salah satu janji Obama dalam masa kampanyenya untuk maju sebagai calon presiden pada tahun 2008 lalu adalah mengakhiri perang di Afghanistan. Namun, setelah masa jabatannya hamper berakhir perang di Afghanistan juga belum berhasil. Pasukan AS di Negara tersebut masih berkeliaran. Dan utang AS karena perang di Afghanistan dan Timur Tengah juga mencapai 14,25 triliun dollar AS(Kompas, 15/4/11). Nominal  yang sangat tinggi dan menjadi beban berat bagi kepemimpinan Obama. Kegagalan Obama mengakhiri perang di Afghanistan dan juga di Irak serta timbunan utang AS yang besar di atas menjadi salah satu faktor kemerosotan popularitas Obama bagi masyarakat AS dan dunia. Obama tidak mampu memenuhi ekspektasi publik yang diletakkan di pundaknya. Dan faktor di atas tentu akan menjadi batu sandungan bagi Obama untuk maju lagi pada tahun 2012 nanti. 

Oleh karena itu, di tengah ketidakmampuannya memenuhi ekspektasi publik, Obama harus memiliki ‘prestasi’ lain untuk mempertahankan popularitasnya dan bisa tetap menduduki Gedung Putih empat tahun lagi. Dengan peristiwa ini, Obama ‘berbicara’ kepada masyarakat AS dan dunia bahwa dirinya memang tidak berhasil mengakhiri peperangan di Afghanistan dan keluar dari Negara tersebut, tetapi ia berhasiil menangkap Osama Bin Laden. Dan utang AS yang mencapai angka 14,25 trilliun dapat ia ‘bayar’ dengan keberhasilannya membunuh Osama. Maka, Obama kembali melanjutkan ‘berbicara’ bahwa dirinya masih layak mendapatkan ‘reward’ (hadiah) dari masyarakat AS untuk kembali memimpin Negara Paman Sam tersebut, dan dunia internasional juga masih harus memercayai dirinya.

Tafsiran politik selanjutnya dari peristiwa ini adalah Obama berkehendak mengakhiri citra negara Islam sebagai teroris. Obama berupaya mendekati dunia Islam. Bahkan dalam pidatonya ketika melakukan kunjungan kenegaraan pada tanggal 4 Juni 2009, Obama mengatakan bahwa Islam adalah bagian dari Amerika Serikat. Namun, kehadiran jaringan terorisme, terutama pimpinannya Osama Bin Laden, akan menjadi batu sandungan bagi AS untuk memulai bersahabat dengan dunia Islam. Dunia Islam tetntu bisa menyambut baik pidato Obama tersebut, tapi bagaimana dengan rakyat AS yang belum bisa melupakan tragedi 11 September 2001 lalu? Rakyat AS tidak akan semudah itu ‘mengamini’ pidato Obama untuk bersahabat dengan dunia Islam, dunia yang dicitrakan oleh Bush sebagai negara teroris, negara yang menyerang kebanggan negaranya, yaitu gedung WTC. Tapi setelah kematian Osama, Obama lalu punya alasan kepada rakyat AS bahwa teroris dunia telah mati seiring dengan kamatian pimpinan sekaligus akarnya. Maka sudah saatnya AS tidak lagi memandang dunia Islam sebagai teroris, tetapi dunia Islam adalah bagian dari Amerika, sebagaimana isi pidatonya dalam kunjungan kenegaraannya ke Mesir kurang lebih dua tahun lalu.

Maka dengan peristiwa ini, Obama masih bisa berjalan dengan mulus untuk meneruskan langkahnya mendiami Gedung Putih hingga tahun 2016 nanti, dan dunia internasional, terutama dunia Islam masih dapat memberikan legitimasi politik kepada dirinya untuk menjadi pemimpin dunia yang dapat mendamaikan konflik-konflik yang terjadi. Inilah tafsiran-tafsiran politik dari peristiwa 2 Mei tahun 2011 ini. Konspirasi politik yang menjawab konspirasi politik sepuluh tahun silam.

Ahmad Sahide
Mahasiswa Kajian Timur Tengah
Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Kindang, 6 Mei 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar